AZABDAN SENGSARA -- MERARI SIREGAR 116414016 novel-minang-giring-giring-perak Beni Irvan "Dewi Nawang Wulan" Cerita Rayat Apner Krei. 35651435 giring-giring-perak-makmur-hendrik SEJARAH TEORI KRISIS : SEBUAH PENGANTAR ANALISA MARXIS -- ANWAR SHAIKH primagraphology consulting.
Padaumumnya tema-tema tradisional merupakan tema yang digemari orang dengan status sosial apapun, di manapun, dan kapanpun artinya dengan sifat universal. Misalnya novel Sitti Nurbaya, Salah Pilih, Azab dan Sengsara, Maut dan Cinta, Perjanjian dengan Maut, Harimau!Harimau!, Romeo dan Julliet.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. IDENTITAS BUKU Judul Azab dan SengsaraPenulis Merari Siregar Penerbit Balai Pustaka Tahun terbit 1993Cetakan KesebelasISBN 979-407-168-4Jumlah Halaman 163 halaman Azab Dan Sengsara merupakan karya Merari Siregar yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1920. Novel ini merupakan karya kedua yang sudah diterbitkan oleh Merari Siregar. Cerita yang ditulis bertemakan tentang adat istiadat lama yang melekat pada orang Minang seperti perjodohan kepada anak-anak keturunan Minang dan halangan yang dihadapi dalam sebuah percintaan. Sang penulis membuat novel ini karena ia ingin menunjukan adat dan kebiasaan yang kurang baik yang dialami oleh orang berlatar di Kota Sipirok, Tapanuli Selatan. Disana hidup seorang bangsawan yang memiliki keluarga. Keluarga itu memiliki 2 orang anak, yang satu merupakan laki-laki dan satunya lagi merupakan perempuan. 1 2 3 Lihat Fiksiana Selengkapnya
harusdianalisis dan dikaji dalam batas unsur-unsur penting disituasi apabila penutur mengujarnya. Senada dengan ulasan tersebut, Aminuddin (1998: 50) menjelakan makna adalah perpaduandiantara bahasa dengan bahasa di luar yang telah disepakati bersama oleh pemakainya sehingga saling dimengerti dan tidak ada salah pengertian. Dari pengertian
COVER BOOK A. SINOPSIS NOVEL “AZAB DAN SENGSARA” KARYA MIRARI SIREGAR I. Identitas buku 1. Judul buku Azab dan Sengsara 2. Pengarang Merari Siregar 3. Tahun Terbit 1920 4. Penerbit Balai Pustaka II. Sinopsis Karena pergaulan mereka sejak kecil dan hubungan saudara sepupu, antara Mariamin dan Aminuddin terjadilah jalinan cinta. Ibu Mariamin, Nuria menyetujui hubungan itu karena Aminuddin adalah seorang anak yang baik budinya lagipula ia ingin putrinya dapat hidup berbahagia tidak selalu menderita oleh kemiskinan mereka. Orang tuanya Amiuddin adalah seorang kepala kampung,bangsawan kaya dan disegani oleh bawahannya karena sifatnya yang mulia dan kerajinan kerjanya. Ayahnya bernama Baginda Diatas dan sifatnya menurun pada anaknya. Sedangkan keluarga Mariamin adalah keluarga miskin disebabkan oleh tingkah laku ayahnya almarhum yang suka berjudi, pemarah, mau menang sendiri,dan suka berbicara kasar. Akibatnya keluarganya jauh miskin hingga akhir hayatnya, Tohir Sultan Baringin mengalami nasib sengsara. Hubungan mereka ternyata tidak mendapat restu dari Baginda Diatas karena keluarga Mariamim adalah keluarga miskin bukan dari golongan bangsawan. Suatu ketika Aminuddin memutuskan untuk pergi meninggalkan Sipirok pergi ke Deli Medan untuk bekerja dan berjanji pada kekasihnya untuk menikah jika saatnya dia telah mampu menghidupinya. Sepeninggal Aminuddin, Mariamin sering berkirim surat dengan Aminuddin. Dan ia selalu menolak lamaran yang datang untuk meminangnya karena kesetiaannya pada Aminuddin. Setelah mendapat pekerjaan di Medan Aminuddin mengirim surat untuk meminta Mariamin untuk menyusulnya dan menjadi istrinya. Kabar itu disetujui oleh ibunya Aminuddin ,akan tetapi Baginda Diatas supaya tidak menyakiti hati istinya diam-diam pergi ke dukunmenanyakan siapakah jodoh sebenarnya Aminuddin. Maka dikatakannya bahwa Mariamin bukanlah jodoh Aminuddin melainkan seorang putri kepala kampung yang kaya dan cantik maaf dan menyesali segala perbuatanya setelah melihat sifat-sifat Mariamin yang baik. Beberapa bulan kemudian Mariamin dinikahkan oleh seorang kerani yang belum dikenalnya,bernama Kasibun. Yang ternyata Tanpa sepengetahuan Aminuddin, Baginda Diatas membawa calon menantunya hendak dijodohkan dengan Aminuddin di Medan. Ternyata Aminuddin kecewa mendapat bukan pilihannya, akan tetapi ia tidak dapat menolak keinginan ayahnya serta adat istiadat yang kuat. Kemudian diberitahukan Mariamin bahwa pernikahannya tidak berdasarkan cinta dan ia minta maaf serta bersabar menerima cobaan ini. Mariamin jatuh sakit karena cintanya yang terhalang. Suatu hari Baginda Diatas datang hendak minta diketahui ia baru menceraikan istrinya di Medan untuk mengawini Mariamin. Suatu ketika Aminuddin mengunjungi Mariamin di rumahnya, namun menimbulkan kecurigaan dan rasa cemburu dalam diri Kasibun. Kemudian Kasibun menyiksa Mariamin dan merasa tidak tahan hidup bersama suaminya,ia kemudian melapor pada polisi dan suaminya kalah perkara dengan membayar denda. Kasibun harus mengaku bersalah dan merelakan bercerai darinya. Mariamin merasa bersedih dan ia pulang ke Sipirok rumah ibunya. Badannya kurus dan sakit-sakitan, hingga akhirnya meninggal dunia dengan amat sengsara. Pengarang ingin menceritakan dua orang bersaudara yang menjalin hubungan cinta, namun terhalang oleh adat istiadat setempat dan berakhir sampai salah satunya telah dijemput maut. III. Keunggulan dan Kelemahan Keunggulan Dalam cerita ini menceritakan jalinan kasih yang terjadi di dalam satu lingkungan keluarga yang dikisahkan dengan berbagai rintangan seperti yang banyak terjadi di kehidupan sehari-hari . Namun cerita ini berakhir dengan akhir yang sedih. Kelemahan Bahasa yang digunakan masih kurang dapat dipahami secara langsung, namun haruslah dibaca berulang-ulang agar mengerti jalan ceritanya. Terkadang jalan ceritanya bersifat fiktif dan diceritakan terlalu mendramatisir. COVER BOOK IV. Unsur Intrinsik a. Tema Tidak selamanya kebahagiaan dapat diperoleh dengan mudah harus ada pengorbanan. b. Latar Sipirok, Deli, dan Medan. c. Plot / Alur Alur Maju. d. Sudut Pandang Orang ketiga tunggal. e. Penokohan dan Perwatakan 1. Mariamin Seorang yang penurut, ramah, taat pada orang tuanya . 2. Aminuddin Orang yang baik, perhatian, dan baik budi pekertinya. 3. Ibu Mariamin,Nuria Perhatian baik terhadap anaknya sendiri maupun terhadap kemenakannya, baik,dan ramah. 4. Tohir Sultan Baringin Ayah Mariamin, ia suka berjudi, pemarah, mau menang sendiri, dan suka berbicara kasar. 5. Baginda Diatas Ayah Aminuddin, ia seorang bangsawan kaya, disegani oleh bawahan karena sifatnya yang mulia. f. Bahasa Bahasa Melayu. g. Amanat Untuk memperoleh segala yang kita inginkan terutama kebahagiaan kita harus bersabar.
AZABDAN SENGSARA (KISAH KEHIDUPAN SEORANG GADIS) Pengarang : Merari Siregar Penerbit : Balai Pustaka. Umumnya, para pengamat sastra Indonesia menempatkan novel Azab dan sengsara ini sebagai novel pertama di Indonesia dalam khazanah kesusastraan Indonesia modern. Penempatan novel ini sebagai novel pertama lebih banyak didasarkan pada
APRESIASI PROSA NOVEL “AZAB DAN SENGSARA” KARYA MERARI SIREGAR Makalah Memenuhi tugas UAS matakuliah Apresiasi Prosa yang diampu oleh Bapak Maulfi Syaiful Rizal, M. Pd Oleh Nurul Hidayati 125110706111001 PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Karya sastra adalah hasil pekerjaan seni kreatif manusia yang menampilkan kehidupan di dalamnya, yang tidak hanya berisi imajinasi tetapi juga realita sosial. Karya sastra contohnya prosa memiliki beberapa jenis, seperti cerpen, novel, dan novelet. Karya sastra seperti novel dan cerpen menurut pandangan tradisional memiliki dua unsur pembangun yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra dari dalam karya sastra itu sendiri. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung memengaruhi bangunan karya sastra tersebut. Stanton 201220-47 membedakan unsur pembangun novel atau karya fiksi ke dalam tiga macam yaitu fakta, tema dan sarana pengucapan. Fakta meliputi karakter atau penokohan, plot alur, dan setting latar ketiganya secara fakta dan nyata bisa dibayangkan peristiwa dan eksistensinya. Tema adalah dasar cerita atau makna yang disampaikan pengarang, yang bersinonim dengan ide cerita. Pengucapan atau sarana sastra literary devices adalah teknik yang digunakan pengarang untuk memilih dan menyusun detil-detil cerita agar tercapai pola-pola yang bermakna. Sarana sastra pada umumnya meliputi sudut pandang, gaya dan nada, simbolisme, dan ironi. Metode atau sarana pengucapan ini bertujuan agar pembaca dapat melihat fakta-fakta cerita yang disampaikan pengarang Dari gambaran di atas peneliti dapat mengambil simpulan bahwa sebuah karya sastra sangat bergantung terhadap bagaimana seorang pengarang membangun unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra Karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks. Oleh karena itu, untuk dapat memahaminya haruslah karya sastra dianalisis Hill dalam Pradopo, 1995108. Menganalisis karya sastra berarti menguraikan unsur-unsur Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 2 pembentuknya. Sehingga, makna keseluruhan karya sastra dapat dipahami. Selain itu, makna keseluruhan karya sastra hanya dapat diketahui dari hubungan struktur yang membangun karya sastra unsur intrinsik. Rumusan Masalah Apa unsur intrinsik yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar Tujuan Mengetahui dan menganalisis unsur intrinsik yang terdapat dalam novel “ “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 3 BAB II KAJIAN PUSTAKA Kajian Teori Teori Struktural Teori strukturalisme sastra merupakan sebuah teori pendekatan pada teks- teks sastra yang menekankan keseluruhan relasi atau hubungan antara berbagai unsur teks yaitu unsur intrinsik teks karya sastra. Unsur-unsur teks jika berdiri sendiri tidak akan memiliki arti. Hal ini menyebabkan harus terdapatnya relasi antara unsur-unsur agar memiliki kesatuan makna yang berhubungan secara utuh. Unsur intrinsik karya sastra yang terdiri dari tema, alur, penokohan, latar, sudut pandang, dan amanat yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara”. Tema Tema adalah gagasan pokok, yang dipakai sebagai dasar mengarang. Tema merupakan unsur penting. Tema lebih dari sesuatu yang dapat menjadi faktor pemersatu berbagai unsur-unsur yang bersama-sama membangun karya sastra. Alur Alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuah cerita yang berhubungan sebab akibat Stanton, 201226. Tahap-tahap perkembangan alur secara rinci dikemukakan oleh Tasrif dalam Nurgiantoro, 2010149 sebagai berikut Situation merupakan penggambaran dan pengenalan latar dan tokoh cerita. Generating Circumstances merupakan tahap pemunculan konflik, dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan terjadinya konflik mulai dimunculkan. Rising Action adalah tahap yang memperlihatkan peristiwa-peristiwa yang mulai memuncak. Climaks merupakan tahap alur yang memperlihatkan puncak dari peristiwaperistiwa yang telah terjadi sejak dari bagian situation. Denoument tahap alur yang ditandai oleh adanya pemecahan soal dari semua peristiwa. Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 4 Penokohan Tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa atau yang bertindak atau bersikap dalam berbagai peristiwa dalam cerita. sedangkan penokohan atau karakter merujuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh. Latar Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan Abrams dalam Nurgiyantoro, 2000216. Latar terbagi menjadi tiga kategori, yaitu tempat, waktu, dan sosial. Yang dimaksud sebagai latar tempat adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar waktu berkaitan dengan masalah-masalah historis, dan latar sosial berhubungan dengan perilaku atau tata cara kehidupan kemasyarakatan, yang dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain. Sudut Pandang Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca Abram, dalam Nurgiantoro, 2010248. Secara garis besar ada dua macam sudut pandang, yakni sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang orang pertama yaitu pengarang menempatkan dirinya sebagai pelaku sekaligus narator dalam cerita. Menggunakan kata ganti “Aku” atau “Saya”. Walau demikian, sudut pandang ini bisa dibedakan berdasarkan kedudukan “Aku”. Apakah dia sebagai pelaku utama cerita? atau hanya sebagai pelaku tambahan yang menuturkan kisah tokoh lainnya? Sudut pandang orang ketiga yaitu pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita. Dalam sudut pandang ini, narator menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya, atau kata gantinya; “dia” atau “ia”. Sudut pandang Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 5 orang ketiga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap cerita. Pada satu pihak, pengarang atau narator dapat bebas mengungkapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh “Dia”. Di pihak lain, pengarang atau narator tidak dapat leluasa menguangkapkan segala hal yang berhubungan dengan tokoh “Dia”, atau dengan kata lain hanya bertindak sebagai pengamat. Amanat Amanat, ialah pesan yang disampaikan oleh pengarang melalui isi cerita yang dikarangnya. Amanat yang disampaikan dapat secara langsung tertulis, dialog antartokoh dalam cerita atau tidak langsung tersirat dalam cerita. Pendekatan Analitis Aminuddin 201144 mengungkapkan bahwa pendekatan analitis merupakan pendekatan yang berupaya membantu pembaca memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan, sikap pengarang, unsur intrinsik dan hubungan antara elemen itu sehingga dapat membentuk keselarasan dan kesatuan dalam rangka terbentuknya totalitas bentuk dan maknanya. Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 6 Analisis Berdasarkan Data Tema Novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar ini mengangkat tema tentang adat dan kebiasaan di masyarakat yang dapat membawa kesengsaraan dalam kehidupan. Adat dan kebiasaan yang dijelaskan dalam novel tersebut adalah adat dan kebiasaan menjodohkan anak yang menyebabkan kesengsaraan untuk dua anak manusia karena kasih tak sampai. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini. Kedua laki-istri itu mufakat akan mencarikan jodoh anak mereka itu Merari Siregar, 2010135 Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa orang tua yang mencari dan menentukan jodoh untuk anak mereka tidak melakukan mufakat dengan anak terlebih dulu sebelumnya. Sehingga anak tidak dapat menolak ketika telah dijodohkan, walau pun ia tidak menyukai bahkan tidak mengenal seorang yang akan menjadi jodohnya. Karena jika ia menolak dapat membuat malu keluarga. Orang tua juga dalam menentukan jodoh melihat dari latar belakang keluarga calon menantu. Apakah sudah sepadan dengan mereka atau belum? Sehingga walau pun sang anak telah memiliki seorang yang dicintai, akan tetapi jika tidak dari keluarga dengan latar belakang yang tinggi atau sepadan dengan mereka tidak dapat diterima sebagai menantu. Hal ini karena dianggap tidak pantas dan akan merendahkan martabat mereka di mata masyarakat karena memiliki menantu dari kalangan yang rendah. Sehingga akhirnya anak yang akan menjadi korban dan akan menanggung sengsara karena adat dan kebiasaan ini. Seperti pada kutipan di bawah ini. Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! Merari Siregar, 2010135 Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua tidak setuju atau tidak sudi memiliki menantu dari kalangan keluarga yang rendah atau miskin. Hal ini lagilagi karena dianggap dapat merendahkan martabat di mata masyarakat. Karena Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 7 mereka merupakan keluarga terpandang yang seharusnya juga memiliki menantu dari keluarga terpandang. Walau pun Aminuddin telah memiliki seorang yang dicintai yaitu Mariamin, dan tali persaudaraan mereka juga masih dekat. Tetapi tetap orang tua tidak menginginkannya. Seperti pada kutipan di bawah ini. Oleh sebab itu tiadalah ingin mereka itu lagi datang ke rumah istri mendiang Sutan Baringin menanyakan anak dara kesukaan Aminuddin itu, sungguhpun pertalian mereka masih dekat Merari Siregar, 2010135 Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua Aminuddin tidak peduli dengan perasaan Aminuddin terhadap Mariamin. Atau tali silaturrahmi keluarga mereka yang dapat dipererat lagi dengan pernikahan Aminuddin dan Mariamin. Hal ini karena mereka lebih mementingkan adat atau kebiasaan dan pandangan masyarakat nanti jika menjadikan Mariamin menantu. Ayahnya itu membawa anak gadis yang bagus, akan tetapi tetap bukanlah Mariamin yang diharap-harapkannya itu Merari Siregar, 2010151 Bagaimana pertemuan anak muda itu tak dilukiskan di sini. Tiadalah dapat menuliskan sedih dan pilu, kesal dan kecewa yang diderita hati anak muda remaja itu ... Merari Siregar, 2010151 Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua Aminuddin membawa gadis lain pilihan mereka untuk dinikahkan tanpa mufakat dengan Aminuddin terlebih dahulu. Ini menyebabkan sakit dan derita yang berat untuk Aminuddin, karena harus menikah dengan gadis yang tidak dicintai bahkan tidak dikenalnya. Apalagi ia juga tidak dapat menolak keinginan orang tuanya itu. Karena akn menyebabkan malu untuk keluarga. Hal itu juga belum pernah terjadi di kebiasaan dan bukan adat mereka menolak gadis yang telah dijemput orang tua untuk dinikahkan. Seperti pada kutipan di bawah ini. Apatah kata bapaknya nanti, bila anak gadis yang telah dijemput ayahnya itu dikembalikan kepada orang tuanya? Itu belum penah kejadian dan bukan adat! Merari Siregar, 2010152. Bukan hanya Aminuddin yang harus menderita karena harus menikah dengan gadis lain. Tetapi juga Mariamin yang juga akhirnya mengalami hal yang sama yaitu diodohkan dengan laki-laki yang tidak dicintai bahkan dikenalnya. Karena adat dan kebiasaan ini. Seperti pada kutipan di bawah ini. Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 8 Kesudahannya ia kawin dengan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodah yang tak disukainya Merari Siregar, 2010162 Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa akhirnya Mariamin juga melakukan kebiasaan dan adat perjodohan tersebut. Apalagi laki-laki yang menjadi suaminya memiliki penyakit mematikan yang dapat menular ketika berhubungan badan dengan Mariamin. Kenyataan pedih ini harus dihadapi Mariamin karena adat dan kebiasaan perjodohan. Ketika lelaki yang akan menjadi pasangan hidup kita ditentukan oleh orang lain sekalipun orang tua. Tetapi belum kita kenal dia dengan baik. Sehingga perangai buruknya baru terlihat setelah menikah. Hal ini menyebabkan kesengsaran yang pedih. Seperti yang harus dialami Mariamin. Seperti pada kutipan di bawah ini. “patutlah ia pucat dan kurus.” Kata Mariamin pula dalam hatinya. “seharusnyalah aku menjaga diriku supaya jangan menjangkit penyakitnya itu kepadaku Merari Siregar, 2010169 Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin kaget ketika mengetahui lelaki yang menjadi suaminya memiliki penyakit yang mematikan. Hal ini terjadi karena sebelum menikah mereka belum saling mengenal satu sama lain, karena adat dan kebiasaan perjodohan tersebut. Dari penjelasan-penjelasan di atas menunjukkan kesengsaraan yang harus dialami oleh dua anak manusia yaitu Aminuddin dan Mariamin karena adat dan kebiasaan perjodohan yang memisahkan cinta mereka. Alur Alur yang digunakan dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah alur campuran, karena di dalam novel memiliki runtutan alur yang terdapat alur maju dan alur mundur yang dapat dilihat dari analisis dan penjelasan di bawah ini. 1 Situation merupakan penggambaran dan pengenalan latar dan tokoh cerita. Dalam novel “Azab dan Sengsara” penggambaran dan pengenalan latar adalah di sore hari ketika orang pulang ke rumah setelah bekerja dan melakukan kebiasaan-kebiasaan mereka. Seperti pada kutipan di bawah ini. Dari yang panas berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu, akan masuk ke dalam peraduannya kebalik Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 9 gunung Sibualbuali, yang menjadi watas dataran tinggi Sipirok Merari Siregar, 20101 Dari kutipan di atas diketahui latar dalam novel yaitu Sipirok. Sedangkan penggambaran kebiasaan penduduk Sipirok terdapat dalam kutipan di bawah ini. Laki-laki sedang sembahyang Magrib di masid besar dan perempuan tengah bertanak hendak menyediakan makanan untuknya anak-beranak Merari Siregar, 20102 Penggambaran dan pengenalan tokoh dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah ketika Mariamin menunggu kedatangan Aminuddin berkunjung ke rumahnya. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Masih di sini kau rupanya, Riam,” tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu Merari Siregar, 20103-4 Dari analisis di atas dapat dijelaskan bahwa tahap situation yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara” adalah penggambaran dan pengenalan latar di Sipirok yang merupakan sebuah daerah dataran tinggi di Sumatra yang masih hidup dengan kebiasaan dan adat terdahulu. Yaitu berhenti bekerja hanya samapi senja hari dan perempuan atau pengenalan tokoh Mariamin yang menunggu kedatangan Aminuddin berkunjung yang merupakan kebiasaan bahwa lelaki datang berkunjung ke rumah gadis yang disukainya. 2 Generating Circumstances merupakan tahap pemunculan konflik, dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan terjadinya konflik mulai dimunculkan. Penggambaran dan pengenalan tokoh Mariamin yang sedang menunggu kedatangan Aminuddin kekasihnya dengan hati cemas karena sudah petang belum juga datang . Hingga akhirnya Aminuddin datang yang membuat lega hati Mariamin. Seperti dalam kutipan di bawah ini. “belumkah ia datang? Sakitkah dia? Apakah sebabnya ia sekian lama tak kulihat?” tanya perempuan itu berulang-ulang dalam hatinya Merari Siregar, 20102 Dari kutipan di atas terlihat Mariamin yang termenung berbicara dalam hati, karena Aminuddin tidak datang juga. Perasaannya semakin melayang-layang karena sudah petang juga Aminuddin belum datang. Hingga akhirnya Aminuddin datang yang membuat hati Mariamin lega. Seperti pada kutipan di bawah ini. Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 10 “Ah, rupanya hari sudah malam. Dari tadi saya menunggununggu Angkang,” Merari Siregar, 20104 Setelah kedatangan Aminuddin yang ditunggu. Mulailah Aminuddin mengucapakan maksud kedatangannya mengunjungi Mariamin. Maksud hendak mengucapkan selamat tinggal karena akan pergi mencari pekerjaan ke Deli Medan. Hal ini yang membuat hati Mariamin kembali murung dan bersedih, karena akan ditinggalkan Aminuddin. Berat hati Mariamin akan melepas kepergian Aminuddin. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini. Saya bermaksud hendak pergi ke Deli mencari pekerjaan. Ingatlah saya pergi bukan meninggalkan engakau, tetapi mendapatkan engkau Merari Siregar, 20105 Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa Aminuddin meyakinkan Mariamin bahwa ia pergi bukan untuk meninggalkan kekasihnya itu, tetapi untuk bersama nanti. Aminuddin pergi untuk mencari pekerjaan karena tidak mungkin selamanya ia akan bergantung pada harta warisan orang tua. setelah mendapatkan pekerjaan ia pun akan kembali untuk mendapatkan Mariamin. Tahap ini juga ditandai dengan datangnya surat Aminuddin dari Deli setelah sekian lama tanpa kabar. Aminuddin mengatakan bahwa ia telah mendapatkan pekerjaan. Hal ini membuat penderitaan yang dialami Mariamin terasa lebih ringan. Karena akan segera bersama dengan Aminuddin. Seperti dalam kutipan surat di bawah ini. Dengan girang hatiku, Kakanda memaklumkan kepada Adinda, bahwa Kakanda telah beroleh pekerjaan, ... Merari Siregar, 2010128 Dari kutipan di atas terlihat kebahagiaan yang tersirat dari isi surat Aminuddin untuk Mariamin. Setelah lama tak ada kabar akhirnya datang surat yang mengembirakan bahwa Aminuddin telah mendapatkan pekerjaan. Setelah itu Mariamin menulis surat balasan untuk Aminuddin bahwa ibunya telah setuju untuk Aminuddin mengambil Mariamin. Seperti dalam kutipan berikut. Tentang pikiran Adinda, ibu kita adalah bersetuju dengan permintaan Adinda Merari Siregar, 2010132 3 Situation merupakan penggambaran dan pengenalan latar dan tokoh cerita. Dalam novel “Azab dan Sengsara” penggambaran dan pengenalan latar kampung A tempat tinggal Aminuddin dan keluarganya. Ayahnya Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 11 seorang kepala kampung A yang disegani masyarakat. seperti pada kutipan di bawah ini. ... dan itulah tempat lahir dan tinggal Aminuddin, seorang anak muda yang beru berumur dekapan belas tahun. Anak muda itu anak kepala kampung yang memerintah kampung A itu Merari Siregar, 201018 Dari kutipan di atas diketahui bahwa Aminuddin memiliki derajat sosial yang tinggi karena merupakan anak dari kepala kampung yang kaya dan banyak disegani masyarakat. seperti pada kutipan di bawah ini. Ayah Aminuddin bolehlah dikatakan seorang kepala kampung yang terkenal di antero luhak Sipirok Merari Siregar, 201018 4 Generating Circumstances merupakan tahap pemunculan konflik, dan peristiwa-peristiwa dimunculkan. yang menyebabkan terjadinya konflik mulai Tahap ini ditandai dengan kedekatan Aminuddin dan Mariamin sejak kecil. Aminuddin pernah menolong Mariamin di sungai ketika banjir besar terjadi. Hal ini membuat tali persahabatan mereka semakin erat dan menumbuhkan kasih sayang diantara mereka berdua. Mariamin merasa utang nyawa pada Aminuddin dapat dibayarnya nanti ketika dewasa. Seperti pada kutipan di bawah ini. Pada waktu yang sekejap itu tampaklah oelh Aminuddin Mariamin terapung sebentar. Dengan secepat-cepatnya ia pun menangkap anak perempuan itu, lalu didekapnya dengan tangan kirinya, ... Merari Siregar, 201053 Dari kutipan di atas terlihat Aminuddin yang dengan sigap dan cepat menangkap Mariamin yang telah terapung di sungai yang banjir. Mariamin yang merasa telah berhutang budi pada Mariamin memutuskan untuk membalasnya ketika mereka telah dewasa. Seperti padakutipan di bawah ini. Ya, di belakang hari, bila ia sudah besar, tentu mengertilah ia akan makna “Utang mas dapat dibayar, utang budi dibawa mati” Merari Siregar, 201054 5 Rising Action adalah tahap yang memperlihatkan peristiwa-peristiwa yang mulai memuncak. Tahap ini ditandai dengan datangnya surat dari Baginda Mulia untuk Sutan Baringin ayah Mariamin bahwa ia akan pulang ke Sipirok setelah lama tinggal di Deli. Ayah Mariamin yang berburuk sangka menyangka kedatangan Baginda Mulia saudaranya akan meminta bagian Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 12 warisan peninggalan orang tua. Padahal bukan hal tersebut yang menjadi tujuan Baginda Mulia. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Bulan dimuka ia datang, tiada lama lagi; ... Tapi siapa tahu, aku harus mencari akal,” ... Merari Siregar, 201090 Dari kutipan di atas terlihat kelicikan Sutan Baringin yang tidak ingin memberikan bagian harta saudaranya. Walau pun itu adalah hak dari Baginda Mulia dan kewajibannya untuk memberikan. 6 Climaks merupakan tahap alur yang memperlihatkan puncak dari peristiwaperistiwa yang telah terjadi sejak dari bagian situation. Tahap ini ditandai dengan perkara harta warisan Baginda dan Sutan Baringin yang di bawa ke Pengadilan. Karena Sutan Baringin tidak ingin berdamai dan hidup rukun dengan Baginda walau telah dibujuk. Seperti dalam kutipan di bawah ini. “Diam, tak kukenal kau, engkau datang ke sini sebagai pencuri tengah malam, ayoh, nyah!” kata Sutan Baringin dengan suara kasar Merari Siregar, 2010104 Setelah mendengar perkataan kasar Sutan Baringin Baginda Mulia memutuskan untuk membawa perkara tersebut ke pengadilan. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Setelah lewat sebulan, sampailah perkara itu ke tangan pengadilan di Padangsidempuan, ibu negeri Pengadilan dengan Sipirok Merari Siregar, 2010104 Di pengadilan perkara dimenangkan pihak Baginda Mulia. Sutan Baringin yang tidak puas membawa perkara hingga ke Pengadilan di Jakarta, tetapi tetap dimenangkan oleh Baginda Mulia. Hingga akhirnya Sutan Baringin hidup melarat bersama keluarganya. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Sekarang pulanglah ia ke kampung seorang diri, membawa malu, kehinaan, mendukung kemiskinan dan kemelaratan, karena harta telah habis musnah dalam waktu yang sekian pendek itu Merari Siregar, 2010107 7 Denoument tahap alur yang ditandai oleh adanya pemecahan soal dari semua peristiwa. Tahap ini ditandai dengan kematian Sutan Baringin sakit Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 13 dan akhirnya meninggal dunia dan meninggalkan azab dan kesengsaraan untuk anak dan istrinya. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Kemudian berkatalah Sutan Baringin,”Ajalku sudah sampai ... Merari Siregar, 2010120 Kutipan di atas menunjukkan akhir dari kehidupan Sutan Braingin di dunia. Tetapi merupakan awal dari kesengsaraan hidup yang harus dilalui istri dan anakanaknya yaitu Nuria iastrinya dan Mariamin anaknya. 8 Rising Action adalah tahap yang memperlihatkan peristiwa-peristiwa yang mulai memuncak. Tahap ini ditandai dengan Aminuddin meminta oang tuanya membawa Mariamin ke Deli untuk menjadi istrinya. Tetapi orang tuanya tidak setuju karena Mariamin hanya seorang gadis miskin. Seperti yang terlihat dalam kutipan di bawah ini. Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! Merari Siregar, 2010135 Dari kutipan di atas terlihat bahwa Ayah Aminuddin tidak ingin Mariamin menjadi menantunya karena dari keluarga miskin. Sedangkan mereka adalah keluarga yang disegani dan dihormati olah masyarakat. Hal ini akan menmnbulkan malu untuk keluarga karena beroleh menantu dari keluarga miskin. Sehingga mereka memutuskan untuk mencari menantu lain. Seperti dari kutipan di bawah ini. Betul anak gadis itu bagus rupanya, lagi masuk kaum mereka juga, akan tetapi kaum tinggal kaum, perempuan yang elok dapat dicari Merari Siregar, 2010135 9 Climaks merupakan tahap alur yang memperlihatkan puncak dari peristiwa-peristiwa yang telah terjadi sejak dari bagian situation. Tahap ini ditandai dengan Aminuddin yang menikah dengan gadis pilihan ayahnya. Walau pun berat untuk Aminuddin menerima gadis pilihan ayahnya. Tetapi akhirnya ia menerima dan megikutinya. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Meskipun Aminuddin mula-mula menolak perkataan itu, tetapi pada akhirnya terpaksalah ia menurut bujukan dan paksaan orang semua itu Merari Siregar, 2010152 Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 14 Dari kutipan tersebut dapat dijleasakan bahwa Aminuddin terpaksa menerima gadis tersebut. Ia juga mersakan pedih seperti yang dirasakan Mariamin ketika tahu dirinya telah dengan orang lain. Tetapi ia juga memang harus mengikuti adat dan kebiasaan yang telah meruntuhan cintanya dengan Mariamin. Aminuddin juga memikirkan nasib keluarganya nanti jika menolak gadis tersebut. Betapa malu yang harus ditanggung orang tuanya dan dia. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Apatah kata bapaknya nanti, bila anak gadis yang telah dijemput ayahnya itu dikembalikan kepada orang tuanya? Itu belum penah kejadian dan bukan adat! Malu orang tuanya, malu Aminuddin juga Merari Siregar, 2010152. Tahap ini juga ditandai dengan Mariamin yang menikah juga dengan seorang lelaki dari Padangsidempuan. Ia terpaksa menikah karena permintaan orang tua dan tuntutan adat. Karena Mariamin juga telah cukup umur untuk membina sebuah keluarga. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Kesudahannya ia kawin dengan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodah yang tak disukainya Merari Siregar, 2010162 Setelah menikah bukan kebahagiaan yang didapatkan Mariamin, tetapi kesengsaraan yang lebih berat dari sebelumnya. Ia menikah tanpa saling kenal dengan lelaki tersebut. Ternyata suaminya mengidap penyakit mematikan yang menular serta suka memukul dan berbuat padanya. Seperti pada kutipan di bawah ini. Penanggungan Mariamin itu tiadalah ditambah-tambahi. Bahkan ada yang lebih dari itu, banyak lagi yang keji dan ngeri, yang tak patut diceritakan Merari Siregar, 2010178 Kutipan di atas menunjukkan kesengsaraan yang harus dialami Mariamin setelah menikah. Bukan kebahagiaan yang di dapat. Tetapi kesengsaraan yang tiada pernah lepas dari hidupnya. 10 Denoument tahap alur yang ditandai oleh adanya pemecahan soal dari semua peristiwa. Tahap ini ditandai dengan Mariamin yang melapor ke polisi atas semua perlakuan Kasibun suaminya. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 15 “ke kantor polisi katanya Merari Siregar, 2010180 Kutipan di atas menunjukkan Mariamin yang pergi ke kantor polisi untuk melaporkan Kasibun. Akhirnya Kasibun dijatuhi hukuman membayar denda dua puluh rupiah dan bercerai dengan Mariamin. Mariamin pun pulang dengan membawa malu ke Sipirok, hingga akhirnya ia menghembuskan nafas terakhir sebagai tanda akhir dari azab dan sengsara yang harus dilaluinya di dunia ini. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Lihatlah kuburan yang baru itu! Tanahnya masih merah lagi ... itulah tempat mayat Mariamin, anak dara yang saleh itu Merari Siregar, 2010183. Penokohan Berikut ini tokoh dan penokohan yang terdapat dalam novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar. 1 Mariamin 1 Penurut “Sedapat-dapatnya anakanda akan menurut perkataan Bunda itu,” sahut Mariamin, akan tetapi dalam hatinya ia merasa bala yang akan menimpanya Merari Siregar, 2010165 Dari kutipan di atas menunjukkan sifat penurut Mariamin kepada orang tua. Walau pun dalam hatinya merasa resah dan khawatir tentang akan hal yang akan dilakukan. Tetapi ia tidak ingin mengecewakan hati orang tuanya. 2 Perhatian “Sudahlah berkurang sesaknya dada ibuku itu?” tanyanya sambil dirabanya muka ibunya yang sakit itu Merari Siregar, 20107 Dari kutipan di atas menunjukkan perhatian Mariamin pada ibunya yang sakit. Ia terus bertanya bagaimana keadaan sang ibu apakah sudah membaik atau semakin parah. 3 Lemah lembut “Mengapa Angkang bertanya lagi?” jawab Mariamin, perempuan muda itu dengan suara yang lembut, karena itulah kebiasaannya; jarang atau belumlah pernah ia berkata marah-marah atau merengut, selamanya dengan ramah tamah, lebih-lebih dihadapan anak muda, sahabatnya yang karib itu Merari Siregar, 20105 Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 16 Dari kutipan di atas menunjukkan sifat lemah lembut Mariamin. Terlihat dari caranya bertutur kata kepada Aminuddin. 4 Ramah ... karena itulah kebiasaannya; jarang atau belumlah pernah ia berkata marah-marah atau merengut, selamanya dengan ramah tamah, lebih-lebih dihadapan anak muda, sahabatnya yang karib itu Merari Siregar, 20105 Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin adalah seorang gadis yang ramah dalam bertutur kata kepada siapapun. Apalagi kepada Aminuddin yang mejadi kekasihnya. 5 Jujur Dengan tiada disembunyi-sembunyikan Mariamin menceritakan sekalian perkataan Aminuddin itu Merari Siregar, 201015 Dari kutipan dia atas dapat dijelaskan bahwa Mariamin tidak menyembunyikan apa-apa yang menjadi pikirannya. Semua diceritakan dengan jujur kepada ibunya. 6 Tidak suka menunda pekerjaan Bagaimanapun lekasnya, saya sempat lagi menyiapkan pekerjaanku yang terbengkalai ini, tak banyak lagi,” jawab Mariamin Merari Siregar, 201032 Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa Mariamin tidak ingin pulang dulu sebelum menyelesaikan pekerjaannya yang tinggal sedikit. Walau pun hari sudah mau hujan lebat. 7 Pemaaf Sementara itu ia mengambil surat Aminuddin dari bawah bantalnya, lalu dibacanya perlahan-lahan. Air mukanya tak berubah lagi, tinggal tenang saja Merari Siregar, 2010159 Dari kutipan di atas terlihat bahwa Mariamin telah memaafkan Aminuddin yang tidak jadi menikah dengannya. Terbukti dari raut wajahnya yang tetap tenang ketika membaca surat permintaan maaf dari Aminuddin. 8 Berbakti kepada orang tua “Sedapat-dapatnya anakanda akan menurut perkataan Bunda itu,” sahut Mariamin, akan tetapi dalam hatinya ia merasa bala yang akan menimpanya Merari Siregar, 2010165 Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 17 9 Penyabar Ia telah mengerti, bahwa hidupnya di dunia ini tiada lain daripada menanggung dan menderita bermacam-macam sengsara Merari siregar, 2010161 Kutipan di atas menunjukkan bahwa Mariamin tidak menyesal atau marah dengan segala penderitaan yang harus dilaluinya. Karena itu merupakan hal yang pasti dilaluinya sehingga ia tetap sabar. 2 Aminuddin 1 Penurut dan berbakti kepada orang tua Meskipun Aminuddin mula-mula menolak perkataan itu, tetapi pada akhirnya terpaksalah ia menurut bujukan dan paksaan orang itu semua Merari Siregar, 2010152 Kutipan di atas menunjukkan sikap Aminuddin yang awalnya menolak tetapi pada akhirnya ia menerima untuk menikah dengan gadis lain pilihan orang tuanya. Hal ini menunjukkan bahwa Aminuddin adalah seorang yang penurut kepada orang tua walau pun hal tersebut menyakitkan. 2 Pandai Dari kelas satu sampai kelas tiga, ia masuk anak yang terpandai dikelasnya Merari Siregar, 201021 3 Rajin Meskipun ia yang terlebih kecil diantara kawan-kawannya, akan tetapi ia amat rajin belajar, baik di sekolah atau di rumah ... Merari Siregar, 201020 4 Tidak sombong Meskipun demikian tiadalah pernah ia menyombongkan diri ... Merari Siregar, 201021 5 Suka menolong Akan tetapi, kadang-kadang ia tiada dapat menahan hati dan nafsunya, yakni nafsu yang selalu hendak memberi pertolongan kepada kawannya Merari Siregar, 201021 6 Bijaksana Aminuddin anak yang bijaksana ... Merari Siregar, 201031 3 Nuria Ibu Mariamin 1 Penyayang Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 18 “Anakku sudah makan?” tanya si ibu seraya menarik tangan budak itu, lalu dipeluknya dan diciumnya berulang-ulang Merari Siregar, 20109 Kutipan menunjukkan perhatian dan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. 2 Penyabar Akan tetapi si ibu itu seorang perempuan yang sabar dan keras hati Merari Siregar, 2010122 3 Lemah lembut Wah, enak benar sayur yang Riam bawa tadi, anakanda pun pandai benar merebusnya; nasi yang sepiring itu sudah habis olehku,” kata si ibu dengan suara lembut dan riang akan menghiburkan hati anaknya itu Merari Siregar, 201010 Kutipan di atas menunjukkan bahwa Nuria atau ibu Mariamin adalah seorang yang lemah lembut dalam bertutur jata seperti yang terdapat dalam kutipan di atas. 4 Tabah dan salehah Karena, meskipun hidupnya di sunia ini makin sengsara, hatinya pun makin tetap juga dan imannya bertambah teguh Merari Siregar, 2010122 Kutipan di atas menunjukkan ketabahan dan keimanan ibu Mariamin yang walau pun kesengsaraan hidup yang berat terus menghampirinya. Ia tetap tabah dan menambah keimanannya kepada Tuhan yang Maha Esa. 4 Sutan Baringin 1 Licik Utangku, yaitu bagiannya yang kuhabiskan, haruslah pula kubayar, karena tiada dapat disembunyikan lagi. Tapi siapa tahu, aku harus mencari akal Merari Siregar, 201090 Dari kutipan di atas menunjukkan kelicikan Sutan Baringin yang tidak ingin memberikan harta warisan yang menjadi hak saudaranya. Ia ingin mengambil seluruh harta warisan yang seharusnya terdapat bagian untuk saudaranya. 2 Buruk sangka Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 19 “Si Tongam itu tiada dapat dipercayai. Tiadakah engkau tahu orang yang biasa di negeri rama amat pintarnya; tetapi pintar dalam kejahatan ... Merari Siregar, 201094 Dari kutipan di atas menunjukkan pikirannya yang jahat. Pikirannya yang berburuk sangka pada niat bait saudaranya. Tetapi karena hatinya telah dipenuhi dengan kejahatan sehingga niak baikpun ia anggap niat buruk. 3 Pemarah Tutur yang lemah lembut itu tiada berguna lagi. Bukanlah dia akan melembutkan hati Sutan Baringin, tetapi menerbitkan nafsu marah saja. Merari Siregar, 201096 Dari kutipan di atas menunjukkan sifat pemarah Sutan Baringin yang walaupun istrinya berbicara dengan lemah lembut tetapi tetap saja ia marah 4 Kasar Diamlah engkau, apakah gunanya engkau berkata-kata itu?” Merari Siregar, 201096 Dari kutipan di atas menunjukkan sikap kasar Sutan Baringin pada istrinya. Ia juga tidak pernah memikirkan perasaan istrinya dengan sikapnya yang kasar. 5 Baginda Diatas 1 Sombong Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! Merari Siregar, 2010135 Kutipan di atas menunjukkan sifat sombong Baginda Diatas yang tidak ingin menikahkan Aminuddin dengan Mariamin yang seorang gadis miskin. Walau pun Aminuddin dan Mariamin saling mencintai dan hubungan keluarga mereka juga masih dekat. Seperti dalam kutipan di bawah ini. Oleh sebab itu tiadalah ingin mereka itu lagi datang ke rumah istri mendiang Sutan Baringin menanyakan anak dara kesukaan Aminuddin itu, sungguhpun pertalian mereka masih dekat Merari Siregar, 2010135 6 Ibunda Aminuddin 1 Penyayang Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 20 Si ibu berkata “Janganlah Kakanda terlalu keras kepada anak kita itu! Umurnya belum berapa dan tulangnya belum kuat, tetapi Kakanda selalu menyuruh dia bekerja Merari Siregar, 201022 Kutipan di atas menunjukkan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. Ia tidak ingin anknya bekerja terlalu berat karena masih kecil. Orang tua khususya ibu memang memiliki kasih sayang yang lebih dari kasih sayang seorang ayah. Karena ibu memiliki hatiyang lembut. 2 Baik hati Kalau Mariamin telah menjadi menantunya, tentu adalah perubahan kemeralatan orang itu, pikir ibu Aminuddin Merari Siregar, 2010136 Kutipan dia tas menunjukkan kebaikan hati ibu Aminuddin yang tetap ingin menikahkan Aminuddin dengan Mariamin walau pun dari keluarga yang miskin. Ia berpikir dengan pernikahan itu dapat mengubah nasib keluarga Mariamin yang melarat. 7 Kasibun 1 Pencemburu laki selalu menaruh cemburu dalam hatinya, ... Merari Siregar, 2010177 2 Kasar Kasibun yang bengis itu tak segan menampar muka Mariamin. Bukan ditamparnya saja, kadang-kadang dipukulnya, disiksanya .... Merari Siregar, 2010178 Dari kutipan di tas dapat diketahui bahwa kasibun seorang yang kasar. Terlihat dari kutipan bahwa ia menampar, bahkan tak segan memukul Mariamin. 3 Licik Istrinya yang di Medan itu tiada susah mengurusnya, jatuhkan saja talak tiga, habis perkara; ... Merari Siregar, 2010163 Dari kutipan di atas terlihat kelicikan hari Kasibun yang ingin menikah dengan Mariamin. Ia mengaku belum menikah, padahal telah memiliki istri di Medan. Sehingga ia kembali ke Medan terlebih dahulu untuk menalak istrinya. Hal ini dilakukan agar Mariamin dan ibunya bersedia menerima lamarannya. Latar 1 Latar Tempat Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 21 1 Kota Sipirok Akan tetapi siapakah yang duduk di sana, di sebelah rusuk rumah yang beratap ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Sipirok Merari Siregar, 20102 Kutipan di atas dapat diketahui bahwa Sipirok merupakan latar yang digunakan dalam novel. Sipirok merupakan sebuah tempat dengan kehidupan yang masih sederhana atau bukan sebuah kota besar yang ditandai dengan rumah kecil beratap ijuk dipinggir sungai. Sipirok juga merupkan tempat dengan masyarakat yang masih hidup berdasarkan adat dan kebiasaan terdahulu yaitu termasuk adat atau kebiasaan perjodohan anak oleh orang tua. Seperti pada kutipan di bawah ini. Dalam perkawinan, perkataan orang tualah yang berlaku, dan anak itu hanya menurut saja Merari Siregar, 2010127 Kutipan di atas menunjukkan bahwa perjodohan merupakan adat atau kebiasaan yang biasa di lakukan. Orang tua mencarikan jodoh dan anak hanya harus menuruti keinginan orang tua. selain itu terdapat adat atau kebiasaan di Sipirok seperti pada kutipan di bawah ini. Laki-laki sedang sembahyang Magrib di masjid besar dan perempuan tengah bertanak hendak menyediakan makanan untuknya anak beranak Merari Siregar, 20102 Dari kutipan di atas menunjukkan di Sipirok di saat magrib dengan kebiasaan laki-laki pergi ke masjid sedangkan perempuan memasak di dapur. Kebiasaan tersebut menunjukkan Sipirok merupakan tempat yang sederhana, bukan kota besar seperti Medan atau Padang. 2 Batu besar “Sahut gadis itu seraya berdiri dari batu besar itu, yang biasa tempatdia duduk pada waktu petang.” Marilah kita naik, Angkang!” “Tak usah Riam,”jawab orang muda itu.” Dari kutipan di atas diketahui bahwa batu besar tempat Riam biasa duduk ketika petang menunggu kedatangan Aminuddin merupakan tempat perpisahannya dengan Aminuddin. 3 Rumah Mariamin ... rumah kecil tempat kediaman ibu dan anaknya itu Merari Siregar, 201017 Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 22 Kutipan di atas menunjukkan rumah kecil di pinggir sungai yang merupakan rumah Mariamin. Rumah kecil Mariamin di pinggir sungai yang beratap ijuk menunjukkan azab dan kesengsaraan yang harus dihadapi tokoh Mariamin dan keluarga. Karena tinggal di rumah tepi sungai yang hanya beratap ijuk. Seperti pada kutipan di bawah ini. Akan tetapi siapakah yang duduk di sana, di sebelah rusuk rumah beratap ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Sipirok Merari Siregar, 20102 4 Kampung A Anak muda itu anak kepala kampung yang memerintahkan kampung A itu Merari Siregar, 201018 Kutipan di atas menunjukkan kampung A yaitu kampung tempat tinggal Aminuddin yang merupakan anak kepala kampung. Hal ini semakin menunjukkan perbedaan sosial antara Aminuddin dan Mariamin yang hanya gadis miskin. 5 Sawah Pada suatu petang, sedang mereka di sawah, Mariamin menyiangi padinya, ... Merari Siregar, 201032 Kutipan di atas menunjukkan latar sawah tempat Mariamin bekerja. Hal ini sesuai dengan Sipirok yang bukan sebuah kota besar, sehingga penduduknya bekerja sebagai petani. Sehingga mereka belum tersentuh perkembangan zaman seperti di kota. Sehingga masih mengikuti adat atau kebiasaan lama. 6 Tepi sungai Tiada berapa lama sampailah mereka ke tepi sungai yang akan diseberangi mereka itu Merari Siregar, 201051 Kutipan ini dapat dijelaskan merupakan latar tempat yang penting karena di sana cinta antara Aminuddin dan Mariamin semakin tumbuh dalam setelah Aminuddin menyelamatkan Mariamin dari banjir. Sehingga ia berhutang nyawa. 7 Stasiun Pulau Berayan Setelah habis mandi dan berpakaian, pergilah Aminuddin ke stasiun Pulau Berayan, ... Merari Siregar, 2010148 Latar Stasiun merupakn tempat Aminuddin bertemu dengan calon istri yang dibawa ayahnya. Calon istri yang bukan Mariamin. Latar ini berkaitan dengan tema dan alur dalam novel. Karena tema perjodohan yang mendatangkan kesengsaraan dan alur cerita bahwa Aminuddin bekerja di Deli. Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 23 8 Deli Setelah lengkaplah sekalian, Baginda di atas pun berangkatlah ke Deli mengantarkan menantunya Merari Siregar, 2010142 Kutipan di atas menunjukkan bahwa Baginda Diatas yang adalah ayah dari Aminuddin akan mengantarkan calon istri Aminuddin ke Deli tempat Aminuddin bekerja. Calon istri lain yang bukan Mariamin seperti yang diharapkan Aminuddin. Latar ini berkaitan dengan tema perjodohan dalam novel. 9 Medan Ia sudah mendengar kabar perkawinan Mariamin itu, itulah sebabnya ia datang ke Medan, dengan maksud hendak bersua dengan Mariamin, sahabatnya yang tak dilupakannya itu Merari Siregar, 2010172 Kutipan di atas menunjukkan kota Medan sebagai latar tempat dalam novel. Karena berkaitan dengan alur cerita bahwa Mariamin menikah dengan seorang pria yang tinggal di Medan. Sehingga sudah tentu Mariamin harus ikut suaminya tinggal di medan. Latar ini berkaitan dengan konflik atau alur cerita dalam novel. Yaitu kesengsaraan Mariamin setelah menikah. 2 Latar Waktu 1 Sore hari Dari yang panas itu berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu, akan masuk ke dalam peraduannya, kebalik gunung Gunung Sibualbuali, ayng menjadi watas dataran tinggi Sipirok itu Merari Siregar, 20101 Dari kutipan di atas diketahui bahwa ketika sore adalah salah satu latar waktu yang digunakan novel. Ini untuk menjelaskan adat dan kebiasaan penduduk Sipirok ketika sore yaitu pulang ke rumah atau berhanti bekerja. atau menuju malam yaitu seperti lelaki yang bertandang ke rumah gadis yang disukainya. 2 Malam hari “Ah, rupanya hari sudah malam. Dari tadi saya menunggu Angkang,” ... Merari Siregar, 20104 Kutipan di atas menunjukkan kebiasaan pemuda dan gadis penduduk Sipirok ketika malam hari yaitu menunggu kedatangan sang kekasih untuk bertandang atau berkunjung. Latar ini berkaitan dengan tema adat dan kebiasaan Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 24 perjodohan yang mendatangkan kesengsaraan dalam novel. sehingga itu pengarang juga menampilkan adat atau kebiasaan penduduk dari sore hari untuk menunjukkan adat atau kebiasaan mana yang perlu diteruskan atau tidak. 3 Pagi hari Waktu pukul tujuh pagi Mariamin sudah sedia di hadapan rumahnya menantikan Aminuddin, supaya mereka itu sama-sama pergi ke sekolah Merari Siregar, 201029 Dari kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa sejak sekolah Aminuddin dan Mariamin selalu bersama-sama. Sehingga menumbuhkan cinta dan kasih diantara mereka. Terlihat dari latar waktu pagi Mariamin selalu menunggu Aminuddin agar pergi ke sekolah bersama-sama. 4 Hari pertama Tepat hari pertama, setelah Mariamin sembuh, maka datanglah Baginda Diatas dengan istrinya membawa nasi bungkus ke rumah ibu Mariamin Merari Siregar, 2010158 Kutipan di atas menunjukkan waktu ayah dan ibu Aminuddin datang ke rumah Mariamin menyampaikan permintaan maaf Aminuddin karena telah berjanji akan menikah dengan Mariamin, tetapi tidak jadi karena adat dan kebiasaan yang telah mendatangkan azab dan kesengsaraan untuk dua makhluk Tuhan itu. 5 Hari Jumat Waktunya berangkat pumn sudah dekat, yakni besok hari Jumat, karena kawan di jalan telah dapat Merari Siregar, 2010163 Kutipan di atas menunjukkan hari jumat adalah hari Mariamin meninggalkan Sipirok dan pergi ke Medan bersama suaminya yang tinggal di sana. 6 Tanggal enam belas Adapun orang itu tiadalah lain memang Aminuddin. Waktu itu tanggal enam belas waktu istirahat bagi orang kebun Merari Siregar, 2010172 Kutipan di atas menunjukkan kedatangan Aminuddin ke rumah Kasibun suami Mariamin. Waktu tanggal enam belas meruapakan hari libur sehingga tepat untuk Aminuddin berkunjung ke Mariamin. Ini berkaitan dengan alur cerita dalam Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 25 novel, bahwa Aminuddin juga bekerja di Medan sehingga untuk melepaskan rindu pada Mariamin, ketika libur bekerja ia datang berkunjung. 7 Pukul setengah dua belas Pukul setengah dua belas, pulanglah Aminuddin meninggalkan rumah itu, meninggalkan Mariamin Merari Siregar, 2010177 Kutipan di atas menunjukkan singkatnya pertemuan antara Aminuddin dan Mariamin. Hal ini semakin menujukkan penderitaan yang harus dialami Mariamin, karena adat dan kebiasaan perjodohan dalam novel. 8 Pagi hari Pada suatu pagi sedang jalan-jalan kota Medan belum berapa ramai, keluarlah Mariamin dari rumahnya. Ia berlari ke jalan besar, lalu naik kereta yang ada di situ Merari Siregar, 2010179 Kutipan di atas menunjukkan ketika pagi Mariamin pergi dari rumah Kasibun untuk pergi dan melapor ke polisi atas semua perlakuan kasar Kasibun terhadapnya. Hal ini menjadi petunjuk bahwa Mariamin ingin mengakhiri segala azab dan kesengsaraan dalam hidupnya. 3 Latar Sosial 1 Perjodohan Dalam perkawinan, perkataan orang tualah yang berlaku, dan anak itu hanya menurut saja Merari Siregar, 2010127 Dari kutipan di atas diketahui bahwa perjodohan merupakan adat yang telah dari leluhur terdahulu sehingga tetap dipertahankan. Walau pun banyak mendatangkan azab dan kesengsaraan. Seperti yang dialami Aminuddin dan Mariamin. 2 Lelaki bertandang ke rumah gadis “Ah, rupanya hari sudah malam. Dari tadi saya menunggu Angkang,” ... Merari Siregar, 20104 Kutipan di atas menunjukkan kebiasaan di Sipirok yaitu lelaki datang ke rumah gadis yang disukai pada malam hari. 3 Tidak boleh menikah dengan orang yang memiliki nama marga yang sama Maka barang siapa yang hendak kawin, tiadalah boleh mengambil orang yang semarga dengan dia. Umpamanya laki-laki bermarga Siregar Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 26 tiada boleh mengambil perempuan marga Siregar, ... Merari Siregar, 2010139 4 Lelaki lebih mementingkan penampilan daripada perempuan Sebagai dimaklumi orang di Medan amat berahi akan potongan pakaian yang bagus, lebih-lebih di antara laki-lakinya, sedangkan perempuannya kurang Merari Siregar, 2010149 Dari kutipan di atas diketahui bahwa kebiasaan di Medan bahwa lelaki lebih memntingkan pakaian daripada perempuan, berbeda dengan di tempat lain yang perempuan sangat memerhatikan pakiannya. 5 Menikah dengan keluarga dari kalangan yang sepadan atau bahkan lebih tinggi Mariamin anak orang miskin akan mejadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! Merari Siregar, 2010135 Dari kutipan di atas diketahui bahwa orang Sipirok memiliki pandangan harus menikah dengan orang yang sepadan atau bahkan lebih tinggi dari derajatnya. Hal ini untuk menghindari malu keluarga di mata masyarakat, karena akan merendahkan pandangan masyarakat terhadap keluarga tersebut. 6 Perdukunan Kamu mengatakan Mariamin juga yang baik menantu kita; kalau demikian baiklah kita pergi mendapatka Datu Naserdung Merari Siregar, 2010136 Dari kutipan di atas menunjukkan kebiasaan menanyakan nasib kepada dukun. Termasuk tentang jodoh yang baik. Hal ini juga yang menyebakan kesengsaraan bagi Aminuddin dan Mariamin. Sudut Pandang Sudut pandang yang digunakan dalam novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar adalah sudut pandang orang ketiga pengarang sebagai pengamat. Pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga “ia” dan hanya melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun hanya terbatas pada seorang tokoh saja Stanton dalam Nurgiantoro, 2010259. Seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini. “Masih di sini kau rupanya, Riam,” tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu. Yang ditanya terkejut sseraya memandang kepada orang yang datang tadi Merari Siregar, 20103-4 Apresiasi Prosa novel “Azab dan Sengsara” karya Merari Siregar 27 Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga atau menyebutkan nama yaitu Riam dalam melukiskan cerita dalam novel. pengarang juga mampu menceritakan sesuatu yang didengar oleh tokoh yaitu suara pemuda yang memanggil. Dari yang panas itu berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu akan masuk ke dalam perdauannya Merari Siregar, 20101 Dari kutipan di atas diketahui pengarang mampu melukiskan sesuatu yang dilihat dan dirasakan tokoh yaitu siang yang akan berganti malam karena matahari akan terbenam. “belumkah ia datang? Sakitkah dia? Apakah sebabnya ia sekian lama tak kulihat?” tanya perempuan itu berulang-ulang dalam hatinya Merari Siregar, 20102 Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang mampu melukiskan sesuatu yang dipikrkan tokoh bahkan yang berada dalam hati, tetapi hal ini hanya terlukis pada satu tokoh yaitu Mariamin. Dari kutipan di atas juga dapat dilihat bahwa pengarang melukiskan perasaan Mariamin yang khawatir dan resah karena Aminuddin kekasihnya tidak kunjung datang. Kalau pun menceritakan tokoh hanya sebatas yang dapat dilihat dan didengar atau dirasakan saja. Seperti pada kutipan di bawah ini. “Masih di sini kau rupanya, Riam,” tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu Merari Siregar, 20103-4 Dari kutipan di atas diketahui bahwa pengarang hanya melukiskan
AnalisisNovel Azab dan Sengsara Sinopsis dan Unsur – Unsur Intrinsik Novel “ Di Bawah Lindungan Ka’bah” karya : HAMKA Diajukan Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Apresiasi Sastra Indonesia. - ppt download Sengsara Membawa Nikmat by Tulis Sutan Sati 25+ Contoh sinopsis novel brainly ideas in 2021 | Cerita
1. Identitas Novel Judul Azab dan Sengsara Pengarang Merari Siregar Penerbit PT Balai Pustaka persero Cetakan 30 Tahun 2010 Cetakan Pertama 1936 Karena pergaulan mereka sejak kecil dan hubungan saudara sepupu, antara Mariamin dan Aminuddin terjadilah jalinan cinta. Ibu Mariamin, Nuria menyetujui hubungan itu karena Aminuddin adalah seorang anak yang baik budinya lagipula ia ingin putrinya dapat hidup berbahagia tidak selalu menderita oleh kemiskinan mereka. Orang tuanya Amiuddin adalah seorang kepala kampung,bangsawan kaya dan disegani oleh bawahannya karena sifatnya yang mulia dan kerajinan kerjanya. Ayahnya bernama Baginda Diatas dan sifatnya menurun pada anaknya. Sedangkan keluarga Mariamin adalah keluarga miskin disebabkan oleh tingkah laku ayahnya almarhum yang suka berjudi, pemarah, mau menang sendiri,dan suka berbicara kasar. Akibatnya keluarganya jauh miskin hingga akhir hayatnya, Tohir Sultan Baringin mengalami nasib sengsara. Hubungan mereka ternyata tidak mendapat restu dari Baginda Diatas karena keluarga Mariamim adalah keluarga miskin bukan dari golongan bangsawan. Suatu ketika Aminuddin memutuskan untuk pergi meninggalkan Sipirok pergi ke Deli Medan untuk bekerja dan berjanji pada kekasihnya untuk menikah jika saatnya dia telah mampu menghidupinya. Sepeninggal Aminuddin, Mariamin sering berkirim surat dengan Aminuddin. Dan ia selalu menolak lamaran yang datang untuk meminangnya karena kesetiaannya pada Aminuddin. Setelah mendapat pekerjaan di Medan Aminuddin mengirim surat untuk meminta Mariamin untuk menyusulnya dan menjadi istrinya. Kabar itu disetujui oleh ibunya Aminuddin ,akan tetapi Baginda Diatas supaya tidak menyakiti hati istinya diam-diam pergi ke dukunmenanyakan siapakah jodoh sebenarnya Aminuddin. Maka dikatakannya bahwa Mariamin bukanlah jodoh Aminuddin melainkan seorang putri kepala kampung yang kaya dan cantik maaf dan menyesali segala perbuatanya setelah melihat sifat-sifat Mariamin yang baik. Beberapa bulan kemudian Mariamin dinikahkan oleh seorang kerani yang belum dikenalnya,bernama Kasibun. Yang ternyata Tanpa sepengetahuan Aminuddin, Baginda Diatas membawa calon menantunya hendak dijodohkan dengan Aminuddin di Medan. Ternyata Aminuddin kecewa mendapat bukan pilihannya, akan tetapi ia tidak dapat menolak keinginan ayahnya serta adat istiadat yang kuat. Kemudian diberitahukan Mariamin bahwa pernikahannya tidak berdasarkan cinta dan ia minta maaf serta bersabar menerima cobaan ini. Mariamin jatuh sakit karena cintanya yang terhalang. Suatu hari Baginda Diatas datang hendak minta diketahui ia baru menceraikan istrinya di Medan untuk mengawini Mariamin. Suatu ketika Aminuddin mengunjungi Mariamin di rumahnya, namun menimbulkan kecurigaan dan rasa cemburu dalam diri Kasibun. Kemudian Kasibun menyiksa Mariamin dan merasa tidak tahan hidup bersama suaminya,ia kemudian melapor pada polisi dan suaminya kalah perkara dengan membayar denda. Kasibun harus mengaku bersalah dan merelakan bercerai darinya. Mariamin merasa bersedih dan ia pulang ke Sipirok rumah ibunya. Badannya kurus dan sakit-sakitan, hingga akhirnya meninggal dunia dengan amat sengsara. 3. Alur ö alur awal º Sutan Baringin jatuh miskin Akan tetapi karena ia sangat suka berpekara, maka harta yang banyak itu habis,sawah dan kerbau terjual, akan penutup ongkos-ongkos perkara, akhir-akhirnya.......jatuh miskin, sedang yang dicarinya dalam perkara itu tiada seberapa, bila dibandingkan dengan kerugiannya.halaman 25 º Mariamin dan Aminudin menjalin hubungan “Masih disisni kau rupanya, Riam,”tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu. Yang ditanya terkejjut seraya memandang kepada yang datan itu. halaman 3-4 ö alur tengah º Aminudin dijodohkan dengan orang batak Sekarang sampailah tulisannku ini kepada kabar meremukan hatimu. Ayah kita sudah datang ke medan membawa anak yang lain, dan kawan sehidupku. halaman 153 º Mariamin menikah dengan Kasibun Kesudahannya ia kawin dngan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodoh yang tak disukainya. halaman 162 ö alur akhir º Mariamin meninggal Hidup Mariamin, pokok cerita ini, telah habis, dan kesengsaraannya di duni ini telah berkesudahan! Lihatlah kuburan yang baru itu! Tanahnya masih merah....itulah tempat Mariamin, anak dara yang saleh itu, untuk beristirahat selama-lamanya. halaman 185 4. Pelaku ¾ Penokohan protagonis º perhatian “Tidak, Mak;ia ada di dapur, nanti kusuruh dia kemari, supaya ada kawan Mak di sini.” Setelah Mariamin menuangkan obat maknya ke dalam cangkir dan cangkir itu diletakkannya dekat si sakit, ia pun pergilah ke dapur akan bertanak.” halaman 7 2. Aminudin protagonis º ramah “Tak usah, riam,” jawab orang muda itu,”Saya datang ini hanya hendak bersua dengan kau sebenatr ini saya hendak pergi ke rumah seorang sahabatku yang baru datang dari Deli.” halaman 4 3. Ibu Mariaminprotagonis º sabar “Ya, anakku! Sudah jauhlan berkurang rasanya penyakitku, kekkuatanku pun sudah bertambah,” jawab si ibu dengan suara yang menghiburkan hati anaknya. halaman 7 4. Sutan Baringin antagonis º suka menghamburkan uang Akan tetapi karena ia sangat suka berpekara, maka harta yang banyak itu habis,sawah dan kerbau terjual, akan penutup ongkos-ongkos perkara, akhir-akhirnya.......jatuh miskin,halaman 24 diatas protagonis º perhatian “Sudahkah tertidur aminuddin?” tanya suaminya setelah sejurus panjang lamanya ia termenung. halaman 22 6. Ibu Aminuddin protagonis º ramah “Adinda rasa sudah,” sahut istrinya.” Tadi ssudah makan, ia terus pergi ke kamarnya, karena ia sudah payah benar bekerja sehari. halaman 23 7. Marah Saitantagonis º penghasut “itu mudah,” jawab Marah Sait serta tersenyum-senyum.”Bukankah sudah lebih dua puluh tahun ia di rantau? Kalau nanti ditang,katakan saja ia bukan bersaudara dengan enkgakau.halaman 98 8. Kasibun protagonis º jahat Ya, kalau dikatakan laki-laki itu buas dan ganas tabiatnya, kasar disengar telinga, tetapi tiada salahnya lagi. halaman 98 a. Penamaan º Mariamin menunjukan nama orang Sipirok, Sumatra Utara Mariamin, begitulah nama gadis itu dan ia dipanggilkan orang Riam, mengamat-amati muka orang muda itu. halaman 4 º Aminuddin menunjukan nama orang Sipirok, Sumatra Utara “Apalah salahnya, Aminu’ddin, naik sebenatar, karena Mak kita pun sudah lama hendak bersua dengan Kakak.” .halaman 4 b. pemerian º muda remaja Perempuan itu sedang muda remaja. Ia duduk memandang ke pohon beringin yang tepi sungai itu. Akan tetapi, pandangnya itu lain, yakni matanya saja yang menatap ke sana, tetapi daun beringin yang bergoyang-goyang itu tak tampak pada matanya, karena ada sesuatu yang dipikirkannya. .halaman 2 º perempuan muda “Mengapa Angkangbertanya lagi?” jawab Mariamin, perempuan muda itu dengan suara yang lembut, karena itulah kebiasaannya; jarang atau belumlah pernah ia berkata marah-marah atau merengut, selamanya dengan ramah tamah, lebih-lebih di hadapan anak muda, sahabatnya yang karib itu. halaman 4 c. pernyataan tokoh lain º pikiran Mariamin tentang Kasibun Patutlah ia pucat dan kurus,” kata Mariamin pula dalam hatinya,” Seharusnyalah saya menjaga diriku supaya jangan menjangkit penyakitnya itu kepadaku. halaman 169 º pikiran ibunda Mariamin .....,” Demikianlah harapan ibu, akan tetapi anaku ini sudah tentu melarat di belakang hari, meskipun mereka itu tiada Allah, ya, Tuhanku, janganlahlah balas dosa orang tuanya kepada umat-Mu yang tiada bersalah ini halaman 112 d. Percakapan dialog dan monolog ¾ dialog º percakapan Mariamin dengan Aminuddin “Marilah kita naik, Angkang!” “Tak usah, riam,” jawab orang muda itu,”Saya datang ini hanya hendak bersua dengan kau sebenatr ini saya hendak pergi ke rumah seorang sahabatku yang baru datang dari Deli.” halaman 4 º percakapan Aminuddin dengan Mariamin “Bukankah engkau bersungut-sungut tadi?” tanya Aminuddin,” waktu itu kau berkata amatlah sakitnya jadi perempuan.” “pabila?” “Waktu kita menyiangi sawah tadi.” “Ya, apa sebabnya Angkakng menanyakan itu?” “O, bukan; saya hanya hendak memberi nasihat saja,yakni, haruslah kita sabar menerima pemberian Allah,” halaman 38 ¾ monolog º pikiran ibunda Mariamin Ia memandang muka Mariamin dengan mata yang menunjukan, betapa besar cintanya dan kasih sayangnya kepada anaknya itu.” Ya Allah,ya Tuhanku, kasihanilah hamba-Mu yang miskin ini,” mengucap ia di dalam hatinya, setelah anaknya pergi ke dapur. halaman 7-8 º pikiran ibunda Mariamin “ Pada waktu dahulu sudah tentu saya mendapat pemeliharaan yang senang, kalau saya sakit,” kata perempuan itu dalam hatinya. halaman 8 e. Tingkah laku tokoh º Mariamin diawalal cerita digambarkan sebagai anak yang baik dan penurut namun dikahir cerita Mariamin dikisahkan meninggal memprihatinkan. Setelah Mariamin menuangkan obat maknya ke dalam cangkir dan cangkir itu diletakkannya dekat si sakit, ia pun pergilah ke dapur akan bertanak.halaman 7 Lihatlah kuburan yang baru itu! Tanahnya masih merah....itulah tempat Mariamin, anak dara yang saleh itu, untuk beristirahat selama-lamanya. halaman 185 º Aminuddin di awal cerita digambarkan sebagai seorang yang baik ramh suka menolong namun di akhir cerita dia memilih menikah dengan wanita pilihan orang tuanya. “Tak usah, riam,” jawab orang muda itu,”Saya datang ini hanya hendak bersua dengan kau sebenatr ini saya hendak pergi ke rumah seorang sahabatku yang baru datang dari Deli.” halaman 4 Sekarang sampailah tulisannku ini kepada kabar meremukan hatimu. Ayah kita sudah satang ke medan membawa anak yang lain, dan kawan sehidupku. halaman 153 5. Latar a. rumah º rumah Sutan Baringin Jalan dan lorong makin sedang sembahyanh Magrib dalam mesjid besar dan perempuan tengah bertanak hendak menyediakan makanan untuknya tetapi siapah yang duduk disana, di sebelah rusuk rumah yang beratap ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Sipirok itu? halaman 2 º rumah orang tua Mariamin Dalam rumah kecil yang tersebut sudah sunyi, karena semua sudah diam, masing-masing tidur dengan nyenyaknya. Hanyalah lampau kecil yang terpasang di tepi dinding itu yang masih menyala dan cahayanya yang suram itu mencoba-coba melawan dan mengusir kekuatan dewi malam yang memerintahkan alam ini. halaman 16 b. alam sekitar º pemandangan kota Sipirok sore Dari yang panas itu berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu, akan masuk ke dalam peraduannya, ke balik Gunung Sibualbuali, yang menjadi watas dataran tinggi Sipirok yang bagus itu. halaman 1 º Pemandangan kota Sipirok semakin sore Maka angin pun bertambahlah sedikit kerasnya, sehingga daun dan perlahan-lahan sebagai menunjukan kegirangannya, karena cahaya yang panas itu sudah bertukar dengan hawa yang sejuk dan nyaman rasanya.halaman 1 6. Tema ¾ sosial º perjodohan antara Aminudin dan orang Batak Sekarang sampailah tulisannku ini kepada kabar meremukan hatimu. Ayah kita sudah datang ke medan membawa anak yang lain, dan kawan sehidupku. halaman 153 º Mariamin menikah dengan Kasibun yang bengis Kesudahannya ia kawin dngan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodoh yang tak disukainya. halaman 162 º Sutan Baringin yang serakah dan suka berfoya-foya sehingga akhirnya jatuh miskin Akan tetapi karena ia sangat suka berpekara, maka harta yang banyak itu habis,sawah dan kerbau terjual, akan penutup ongkos-ongkos perkara, akhir-akhirnya.......jatuh miskin, sedang yang dicarinya dalam perkara itu tiada seberapa, bila dibandingkan dengan kerugiannya.halaman 25 7. Nilai ¾ nilai agama Marilah kita menyerahkan diri kepada Tuhan Yang Esa,” ujar orang muda itu, seraya menjabat tangan anak dara kecintaannya itu. halaman 7 ¾ nilai sosial º perjodohan Aminuddin dengan orang batak halaman 155 Sekarang sampailah tulisannku ini kepada kabar meremukan hatimu. Ayah kita sudah datang ke medan membawa anak yang lain, dan kawan sehidupku. halaman 153 º Mariamin dijodohkan karena sudah dewasa Kesudahannya ia kawin dngan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodoh yang tak disukainya. halaman 162 ¾ nilai budaya º Adat Minangkabau melarang pernikahan yang satu marga Maka barang siapa yang hendak kawin, tiadalah boleh mengambil orang yang semarga dengan dia. Umpanya laki-laki marga Siregar tiada boleh mengambil perempuan maraga siregar, meskiun mereka itu sudah jauh antaranya;artinya nenek-nenek moyang mereka itu, yang hidup beratus-satus tahun dahulu, yang bersaudara. halaman 139 8. Sikap pengarang º Merari Siregar ingin menggambarkan adat Minangkabau yang keras º pengarang juga ingin menggambarkan keserakahan Sutan Baringin sehingga mengakibatkan Azab dan kemelaratan bagi keluargananya º Pengarang juga ingin menggambarkan kerasnya adat Minangkabau membuat Mariamin semakin sengsara karena adat Minangkabau yang melarang menikah dengan semarga akhirnya Mariamin menikah dengan Kasibun yang bengis. 9. Tipe novel º sosial, karena banyak menceritakan kawin paksa, keserakahan, kemelaratan, kesengsaraan dan lika=liku hidup berumah tangga, DAFTAR PUSTAKA Siregar, Merari, Azab dan Pt Balai Pustaka Indonesia, 2010
selectedIndonesian novels used content analysis methods (content analysis) that focused on the contents of the message. The data was taken from the novel Siti Nurbaya by Marah Rusli, (48 th edition) published by Balai Pustaka in 2016 consisting of 364 pages. Next novel is Azab dan Sengsara by Merari Siregar (23 rd
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Novel Azab dan sengsara merupakan novel klasik karya Merari Siregar yang ditandai dengan penggunaan bahasa melayu yang kental pada ceritanya. Novel setebal 123 halaman ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1920 oleh Balai Pustaka. Merari Siregar lahir di Sipirok pada tanggal 13 Juli 1896 dan sempat bersekolah di Kweekschool Oost en West Gunung Sahari, Jakarta. Selain menulis novel Azab dan Sengsara, ia juga sempat menulis novel Binasa Karena Gadis Priangan, Cerita tentang Busuk dan Wanginya Kota Betawi, dan Cinta dan Hawa Nafsu. Ia meninggal pada 23 April 1941 di Kalianget pada usianya yang ke-44 tahun. Novel ini berfokus pada kehidupan tokoh utamanya yaitu Mariamin. Kehidupan Mariamin menjadi tidak menentu sejak kematian ayahnya. Masalah mulai datang satu per satu, yang membuatnya merasa sengsara. Selain kematian ayahnya, hal lain yang membuatnya sedih adalah Mariamin kehilangan sosok pria yang dicintainya, Aminuddin. Mariamin telah menjalin hubungan asmara yang cukup lama dengan Aminuddin. Bahkan, mereka berdua sudah saling mengenal satu sama lain sejak mereka berdua duduk di bangku sekolah dasar. Namun, takdir berkata lain. Kisah cinta mereka harus kandas ketika Aminuddin dipaksa oleh ayahnya untuk menikah dengan wanita lain. Padahal, awalnya Mariamin dan Aminuddin telah sepakat untuk menikah. Kondisi Mariamin semakin buruk lagi ketika dirinya terpaksa menikah dengan Kasibun. Kasibun ternyata mengidap penyakit kelamin menular yang membuat Mariamin menolak berhubungan badan dengan suaminya itu. Akibat nafsu yang tak terpenuhi itu, suaminya mulai gelap mata dan akhirnya berani memukul dan menyiksa Mariamin. Kritik sastra objektif adalah cara untuk memandang suatu karya sastra sebagai karya yang berdiri sendiri. Artinya, karya sastra menjadi objek yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai lingkungan kehidupannya sendiri. Kritik sastra objektif memisahkan karya sastra dari pengarang, pembaca, dan realita. Karya sastra dipandang sebagai kesatuan yang tersusun dari bagian-bagian yang saling Azab dan Sengsara ini mengangkat tema tentang adat dan kebiasaan masyarakat suku Batak yang dapat menyebabkan kesengsaraan dalam kehidupan. Adat dan kebiasaan yang dimaksud disini adalah adat dan kebiasaan masyarakat suku Batak yang seringkali menjodohkan anaknya yang akhirnya membuat anaknya sengsara akibat perjodohan itu. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan Siregar 1920, "Kedua laki-istri itu [mufakat] akan mencarikan jodoh anak mereka itu." hal. 91. Perjodohan ini umumnya dilakukan oleh kedua orang tuanya dengan memilih menantu yang dianggap baik dan berasal dari keluarga berada tidak dipandang hina. Seperti pada kutipan Siregar 1920, "Mariamin anak orang miskin akan menjadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! Bukankah orang itu telah hina di mata orang, lagi pula tak berada, boleh dikatakan orang yang semiskin miskinnya di daerah Sipirok?" hal. 91. Kutipan ini menunjukkan bahwa mereka tidak setuju bila nantinya Mariamin yang akan menjadi menantunya, karena Mariamin berasal dari keluarga miskin dan dipandang hina. Sedangkan keluarga Aminuddin merupakan keluarga yang terpandang, maka setidaknya Aminuddin harus memiliki menantu yang juga berasal dari keluarga terpandang. Meskipun Aminuddin sudah sangat dekat dan mengenal Mariamin dengan baik, orang tuanya tetap tidak menginginkannya. Seperti dalam kutipan Siregar 1920, "Oleh sebab itu tiadalah ingin mereka itu lagi akan datang ke rumah istri mendiang Sutan Baringin menanyakan anak dara kesukaan Aminuddin itu; sungguhpun pertalian mereka itu masih dekat." hal. 91. Kutipan di atas menunjukkan bahwa orang tua Aminuddin tidak peduli dengan apa yang disukai oleh Aminuddin dan lebih mementingkan adat dan bagaimana reaksi orang lain bila nantinya Aminuddin menikah dengan Mariamin. Mengutip Siregar 1920, "Ayahnya itu membawa anak gadis yang bagus, akan tetapi bukanlah Mariamin yang diharap-harapnya itu ...." hal. 101. Dari kutipan tersebut, kita dapat melihat bahwa orang tua Aminuddin membawa gadis lain pilihan mereka untuk dinikahkan dengan Aminuddin tanpa persetujuan Aminuddin terlebih dahulu. Aminuddin pun tidak dapat menolak pernikahan itu karena akan membuat malu keluarganya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan Siregar 1920, "Apakah kata bapaknya nanti, bila anak gadis yang dijemput ayahnya itu dikembalikan kepada orang tuanya? Itu belum pernah kejadian dan bukan adat!" hal. 102. Pada akhirnya bukan hanya Aminuddin yang dijodohkan oleh orang tuanya, tetapi Mariamin juga mengalami hal yang sama. Mariamin dijodohkan dengan laki-laki asal Padangsidempuan yang tidak dikenalnya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan Siregar 1920, "Kesudahannya ia kawin dengan orang muda dari Padangsidempuan, orang muda yang tiada dikenalnya, orang muda yang tiada dicintainya, jodoh yang tak disukainya." hal. 110. Setelah menikah dengan pria asal Padangsidempuan ini, Mariamin mengetahui bahwa suaminya ternyata memiliki penyakit yang dapat menular ketika berhubungan badan. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, ""Patutlah ia pucat dan kurus," kata Mariamin pula dalam hatinya. "Seharusnyalah saya menjaga diriku supaya jangan menjangkit penyakitnya itu kepadaku." hal. 114. Hal ini terjadi karena mereka belum saling mengenal sebelumnya dan langsung menikah akibat adat dan kebiasaan perjodohan itu. Tidak hanya itu, hubungan rumah tangga mereka juga tidak harmonis karena Mariamin menolak untuk berhubungan badan dengan suaminya itu. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Pertengkaran yang serupa itu kerap kali kejadian di antara mereka itu, sehingga akhir-akhirnya Kasibun yang bengis itu tak segan menampar muka Mariamin. Bukan ditamparnya saja, kadang-kadang dipukulnya, disiksanya ..." hal. 119. Dari penjelasan-penjelasan dan bukti-bukti kalimat di atas, dapat disimpulkan bahwa Aminuddin dan Mariamin mengalami kesengsaraan akibat adat dan kebiasaan perjodohan yang mengharuskan mereka dan penokohan merupakan salah satu unsur intrinsik dari sebuah novel. Tokoh terbagi menjadi dua, yaitu tokoh utama dan tokoh pembantu. Tokoh utama pada novel Azab dan Sengsara adalah Mariamin dan Aminuddin. Sedangkan tokoh pembantu pada novel Azab dan Sengsara adalah Sutan Baringin Ayah Mariamin, Baginda Mulia saudara kandung Sutan Baringin, Nuria Ibu Mariamin, Baginda Diatas Ayah Aminuddin, Ibu Aminuddin, Marah Sait, Kasibun. Penokohan merupakan cara pengarang untuk menunjukkan sifat/karakter dari tokoh yang ada di dalam sebuah novel. Penokohan sosok Mariamin dapat digambarkan sebagai orang yang perhatian, yang dapat dibuktikan pada kutipan Siregar 1920, ""Sudahkah berkurang sesaknya dada Ibuku itu?" tanyanya sambil dirabanya muka ibunya yang sakit itu." hal. 5. Kalimat di atas menunjukkan bahwa Mariamin merupakan sosok yang perhatian dengan Ibunya yang sedang sakit. Selain perhatian, Mariamin juga anak yang penurut, dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, ""Sedapat-dapatnya anakanda akan menurut perkataan bunda itu," sahut Mariamin, akan tetapi dalam hatinya ia merasa bala yang akan menimpa dirinya." hal. 112. Meskipun Mariamin merasa bahwa akan ada hal buruk yang menghampirinya, Mariamin tetap nurut akan perkataan Ibunya itu. Tidak hanya itu, Mariamin juga merupakan sosok yang lemah lembut. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, ""Mengapa angkang bertanya lagi?" jawab Mariamin, perempuan muda itu dengan suara yang lembut, karena itulah kebiasaannya; jarang atau belumlah pernah ia berkata marah-marah atau merengut, selamanya dengan ramah-tamah, lebih-lebih di hadapan anak muda, sahabatnya yang karib itu." hal. 4. Mariamin juga memiliki sifat yang jujur, hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Dengan tiada disembunyi-sembunyikan Mariamin menceritakan sekalian perkataan Aminuddin itu." hal. 11. Dalam kutipan tersebut, terlihat bahwa Mariamin tidak menyembunyikan apapun, ia menceritakan semua perkataan Aminuddin kepada Ibunya itu. Mariamin juga merupakan anak yang berbakti terhadap orang tuanya, terlihat dalam kutipan Siregar 1920, "Bagaimanakah dapat ia menolak perkawinan itu, karena ibunya berkehendak demikian. Menerangkan keberatannya serta perasaan kemauannya, tetapi membantah perkataan ibunya tak sampai hatinya; karena belum pernah diperbuatnya." hal. 109. Beralih ke penokohan sosok Aminuddin, ia juga seorang yang penurut dan berbakti pada orang tua, dapat dilihat dalam kutipan Siregar 1920, "Meskipun Aminuddin mula-mula menolak perkataan itu, tetapi pada akhirnya terpaksalah ia menurut bujukan dan paksaan orang itu semua." hal. 102. Kutipan tersebut menunjukkan sifat Aminuddin yang awalnya menolak, tetapi ia akhirnya menerima permintaan orang tuanya itu. Hal ini menunjukkan bahwa Aminuddin merupakan anak yang penurut pada orang tuanya meskipun hal tersebut menyakitkan. Selain itu, Aminuddin juga merupakan anak yang rajin pada saat ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Hal ini dapat dilihat pada kutipan Siregar 1920, "Meskipun ia yang terlebih kecil di antara kawan-kawannya, akan tetapi ia amat rajin belajar, baik di sekolah atau di rumah, sehingga gurunya amat menyayangi dia." hal. 15. Suka menolong juga menjadi sifat yang dimiliki Aminuddin sejak ia kecil. Hal ini dapat dibuktikan pada kutipan Siregar 1920, "Di luar dan di dalam sekolah ia selalu menolong mereka, asal dapat olehnya. Ia dimarahi sekali-sekali oleh gurunya, kadang-kadang sampai mendapat hukuman, tetapi bukanlah karena nakal atau jahatnya, hanyalah karena menolong temannya, waktu berhitung." hal. 15. Dari kutipan tersebut, sangatlah jelas bahwa Aminuddin merupakan orang yang ringan tangan, sampai-sampai ia terlalu baik saat membantu temannya. Selain Mariamin dan Aminuddin, kedua orang tua mereka dan Kasibun juga memiliki peran yang penting dalam novel ini. Sutan Baringin merupakan ayah dari Mariamin yang memiliki sifat licik, hal itu dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Utangku, yaitu bagiannya yang kuhabiskan, haruslah pula kubayar, karena tiada dapat disembunyikan lagi. Tapi siapa tahu, aku harus mencari akal." hal. 61. Kutipan tersebut menunjukkan kelicikan Sutan Baringin yang ingin mencari cara agar ia mendapat seluruh bagian dari harta warisan orang tuanya, padahal harusnya ada bagian yang diberikan kepada saudaranya. Ayah Mariamin itu juga merupakan sosok yang pemarah, dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Tutur yang lemah-lembut itu tiada berguna lagi. Bukanlah dia akan melembutkan hati Sutan Baringin, tetapi menerbitkan nafsu marah saja. Dengan suara yang merengus dan keras ia berkata, "Diamlah engkau, apakah gunanya engkau berkata-kata itu?"" hal. 65. Kutipan tersebut menunjukkan sifat Sutan Baringin yang pemarah, walaupun istrinya sudah berbicara dengan lemah lembut, tetapi ia tetap saja marah. Tidak hanya itu, Sutan Baringin juga memiliki sifat tamak yang terlihat jelas dalam kutipan Siregar 1920, "Demikianlah budi Sutan Baringin terhadap kepada saudaranya yang datang dari tanah rantau itu. Hati cemburu, loba, tamak, dengki, dan khizit, sekaliannya itu sudah berurat berakar dalam darahnya; itulah yang akan merusakkan diri Sutan Baringin." hal. 61. Terlepas dari sifat Ayah Mariamin yang kurang baik, Mariamin memiliki ibu yang penyayang, yang dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, ""Anakku sudah makan?" tanya si ibu seraya menarik tangan budak itu, lalu dipeluknya dan diciumnya berulang-ulang." hal. 7. Kutipan tersebut menunjukkan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, yaitu Mariamin. Selain penyayang, Ibu Mariamin juga seorang yang penyabar, hal itu dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Akan tetapi si ibu itu seorang perempuan yang sabar dan keras hati." hal. 83. Sementara, Baginda Diatas yang merupakan ayah dari Aminuddin memiliki sifat yang sombong. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan Siregar 1920, "Mariamin anak orang miskin akan menjadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut!" hal. 91. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Baginda Diatas tidak ingin untuk menikahkan Aminuddin dengan Mariamin oleh karena Mariamin adalah seorang gadis yang miskin. Padahal mereka berdua sudah saling mengenal sejak kecil dan memiliki hubungan yang sangat dekat. Meskipun begitu, Ibu Aminuddin memiliki sifat baik hati yang dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Kalau Mariamin telah menjadi menantunya, tentu adalah perubahan kemelaratan orang itu, pikir ibu Aminuddin." hal. 91. Dari kutipan tersebut, dapat dilihat sifat baik hatinya, karena awalnya Ibu Aminuddin mendukung permintaan anaknya untuk menikah dengan Mariamin meskipun ia seorang gadis miskin. Ibunya berpikir jika Aminuddin menikahi Mariamin, nasib Mariamin akan menjadi lebih baik. Tidak hanya baik hati, Ibu Aminuddin juga memiliki sifat penyayang. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Si ibu yang melihat kelakuan suaminya kepada anaknya, acap kali berkata, "Janganlah kakanda terlalu keras kepada anak kita itu! Umurnya belum berapa dan tulangnya belum kuat, tetapi kakanda selalu menyuruh dia bekerja." hal. 16. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa Ibu Aminuddin sayang terhadap anaknya, Aminuddin. Ia tidak ingin anaknya yang masih kecil sudah bekerja terlalu keras. Kasibun, suami dari Mariamin yang merupakan hasil perjodohan dari ibunya memiliki sifat yang kasar. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Pertengkaran yang serupa itu kerap kali kejadian di antara mereka itu, sehingga akhir-akhirnya Kasibun yang bengis itu tak segan menampar muka Mariamin. Bukan ditamparnya saja, kadang-kadang dipukulnya, disiksanya ..." hal. 119. Kutipan tersebut menunjukkan sifat Kasibun yang sangat kasar terhadap istrinya sendiri. Terlihat dari kutipan bahwa ia tak segan untuk menampar, memukul, bahkan menyiksa yang digunakan dalam novel Azab dan Sengsara ini adalah alur campuran, karena runtutan alur pada novel terdapat alur maju dan alur mundur. Keseluruhan alur dapat dipahami dengan jelas karena perubahan-perubahan alur yang terlihat dengan jelas. Kisah diawali dengan perpisahan Aminuddin dan Mariamin di depan rumah Mariamin. Aminuddin berpamitan pada Mariamin dan mengatakan ia akan pergi merantau ke Deli untuk mencari pekerjaan. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Saya datang ini hanya hendak bersua dengan kau sebentar saja. Malam ini saya hendak pergi ke rumah seorang sahabatku yang baru datang dari Deli." hal. 4. Kisah dilanjutkan dengan menceritakan masa lalu Aminuddin dan Mariamin saat mereka masih kanak-kanak. Hal ini dapat dilihat pada kutipan Siregar 1920, "Mariamin anak yang cantik itu, duduk sekarang di kelas dua dan Aminuddin di kelas empat." hal. 20. Lalu kisah kembali dilanjutkan pada "masa sekarang" setelah Aminuddin meninggalkan kampung halamannya tiga bulan lamanya. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Tiga bulan sudah lamanya saya meninggalkan negeri tumpah darah kita, meninggalkan kampung halaman tempat kita bermain-main, meninggalkan kekasihku, Mariamin." hal. 87. Kisah itu dilanjutkan hingga akhir novel, yang berarti tidak ada lagi pergantian alur mundur hingga akhir kisahnya. Latar yang terdapat dalam novel Azab dan Sengsara terbagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial. Latar-latar dalam novel ini digambarkan dengan jelas, sehingga pembaca dapat mengetahui latar-latar yang digunakan dalam novel ini. Latar tempat dalam novel Azab dan Sengsara ini adalah Kota Sipirok, yang dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Akan tetapi siapakah yang duduk di sana, di sebelah rusuk rumah yang beratap ijuk dekat sungai yang mengalir di tengah-tengah kota Sipirok itu?" hal. 2. Batu besar juga menjadi latar tempat dalam novel ini yang dapat dibuktikan dengan kutipan Siregar 1920, "Sahut gadis itu seraya berdiri dari batu besar itu, yang biasa tempat dia duduk pada waktu petang." hal. 3. Selain itu, Rumah Mariamin juga menjadi latar tempat dalam novel ini yang dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Sekarang baiklah kita tinggalkan rumah kecil tempat kediaman ibu dan anaknya itu." hal. 13. Kampung A juga menjadi salah satu latar tempat pada novel ini. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Anak muda itu anak kepala kampung yang memerintahkan kampung A itu." hal. 13. Tidak hanya itu, Deli dan Medan juga termasuk dalam latar tempat pada novel ini. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Setelah lengkaplah sekalian, Baginda Diatas pun berangkatlah ke Deli mengantarkan menantunya itu." hal. 96, dan "Ia sudah mendengar kabar perkawinan Mariamin itu, itulah sebabnya ia datang ke Medan, dengan maksud hendak bersua dengan Mariamin, sahabatnya yang tak dilupakannya itu." hal. 116. Beralih ke latar waktu, kejadian dalam kisah ini terjadi pada pagi, sore, dan malam hari. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Waktu pukul tujuh pagi Mariamin sudah sedia di hadapan rumahnya menantikan Aminuddin, supaya mereka itu sama-sama pergi ke sekolah." hal. 21, "Hari yang panas itu berangsur-angsur menjadi dingin, karena matahari, raja siang itu, akan masuk ke dalam peraduannya, ke balik Gunung Sibualbuali, yang menjadi [batas] dataran tinggi Sipirok yang bagus itu." hal. 2, "Ah, rupanya hari sudah malam." hal. 3. Latar sosial merupakan hal yang penting dalam novel ini, karena latar sosial menjadi pokok permasalahan pada kisah ini. Salah satu latar sosial yang paling menonjol adalah mengenai perjodohan. Hal ini dapat dilihat pada kutipan Siregar 1920, "Mereka itu memandang perkawinan itu suatu kebiasaan, yakni kalau anaknya yang perempuan sudah genap umurnya harus dijodohkan." hal. 40, "Dalam perkawinan, perkataan orang tualah yang berlaku, dan anak itu hanya menurut saja." hal. 86. Selain itu, ada pula latar sosial lainnya seperti tidak boleh menikah dengan marga yang sama. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Maka barang siapa yang hendak kawin, tiadalah boleh mengambil orang yang semarga dengan dia." hal. 94. Menikah haruslah dengan orang yang berasal dari keluarga yang sepadan atau lebih tinggi juga menjadi salah satu latar sosial dalam novel ini. Hal ini dapat dilihat dari kutipan Siregar 1920, "Mariamin anak orang miskin akan menjadi istri anak mereka itu? Tentu tak mungkin, karena tak patut! Bukankah orang itu telah hina di mata orang, lagi pula tak berada, boleh dikatakan orang yang semiskin miskinnya di daerah Sipirok?" hal. 91. Tidak hanya itu, perdukunan juga menjadi bagian dari latar sosial yang terdapat dalam novel ini. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Kamu mengatakan Mariamin juga yang baik menantu kita; kalau demikian baiklah kita pergi mendapatkan Datu Naserdung, akan bertanyakan untung dan rezeki Aminuddin, bila ia beristrikan Mariamin." hal. 92.Sudut pandang yang digunakan dalam novel Azab dan Sengsara adalah sudut pandang orang ketiga pengamat. Penulis menggunakan kata ganti orang ketiga "ia" dan menceritakan hal yang dialami oleh tokoh dalam cerita. Namun, tokoh yang diceritakan terbatas pada seorang tokoh saja. Seperti pada kutipan Siregar 1920, ""Masih di sini kau rupanya, Riam," tanya seorang muda yang menghampiri batu tempat duduk gadis itu. Yang ditanya itu terkejut, seraya memandang kepada orang yang datang itu." Dari kutipan tersebut, dapat dilihat bahwa penulis menggunakan kata ganti orang ketiga atau menyebutkan nama yaitu Riam dalam melukiskan kisah pada novel. Selain itu, penulis juga mampu mengungkapkan sesuatu yang didengar oleh tokoh Mariamin, yaitu suara pemuda yang memanggil. Mengutip Siregar 1920, ""Belumkah ia datang? Sakitkah dia? Apakah sebabnya ia sekian lama tak kulihat?" tanya perempuan itu berulang-ulang dalam hatinya." hal. 3. Dari kutipan tersebut, dapat dilihat bahwa penulis mampu melukiskan sesuatu yang dipikirkan tokoh tanpa langsung mengatakan apa perasaan yang sedang dirasakan oleh tokoh tersebut. Dari kutipan itu, penulis menggambarkan perasaan Mariamin yang khawatir karena Aminuddin tak kunjung Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini menggunakan cukup banyak gaya bahasa, namun yang paling menonjol adalah majas metafora, personifikasi, dan simile. Majas metafora adalah majas yang memakai analogi atau perumpamaan terhadap dua hal yang berbeda. Majas metafora dapat dilihat dalam kutipan Siregar 1920, "Oleh karena perantaraan mereka berlaki-istri sudah kurang baik, karena si laki itu pun kecil hatinya dan malu akan dirinya sendiri." hal. 115. Kutipan tersebut termasuk dalam majas metafora karena terdapat kata "kecil hati" pada kalimat tersebut. Kecil hati pada kalimat tersebut bukan berarti hatinya kecil, melainkan mudah merasa tersinggung atau marah. Sedangkan majas personifikasi berarti membandingkan antara manusia dengan benda mati, seolah-olah benda tersebut memiliki sifat layaknya manusia. Majas personifikasi dapat ditemukan dalam kutipan Siregar 1920, "Ia diayun-ayunkan angin yang lemah-lembut itu." hal. 73. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa angin yang merupakan benda mati memiliki sifat seperti manusia, yaitu mengayun-ayun. Majas simile dapat didefinisikan sebagai majas yang mengumpamakan suatu hal dengan hal lain. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan Siregar 1920, "Sekarang tak tertahan lagi olehnya, sudah habis kekuatannya, ibarat mata air yang ditutup, demikianlah kemasygulannya itu; sekarang sudah datang waktunya hendak meletus." hal. 9. Kata "ibarat" dalam kutipan tersebut menunjukkan majas simile, karena ibarat memiliki maksud yang sama dalam konteks mengumpamakan suatu hal dengan hal yang lain. 1 2 Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
NovelAzab dan Sengsara ini ditulis berdasarkan pengalaman dan pengamatan Merari Siregar sejak masa kedil.. Dalam novel ini Merari Siregar sering menyisipkan nasihat-nasihat langsung kepada pembacanya. Nasihat ini tidak ada hubungannya dengan kisah tokohnya karena maksud pengarang menyusun buku itu sebetulnya untuk menunjukkan adat dan
- Azab dan Sengsara adalah novel karya Merari Siregar yang diterbitkan pertama kali tahun 1921 oleh Balai Pustaka. Cetakan ulangnya telah mencapai 29 kali di tahun 2009. Zuber Usman melalui buku Kesusastraan Baru Indonesia 1957 menilai, karya ini merupakan novel yang mula-mula terbit. Judul novel ini yang dipakai pertama kali adalah Azab dan Sengsara Seorang Anak Gadis. Tapi, pada edisi selanjutnya terjadi revisi judul hingga hanya ditulis Azab dan Sengsara. Sesuai judulnya, novel tersebut memberikan gambaran pilu mengenai kehidupan tokoh utamanya yang bernama Mariamin. Dia sudah jatuh tertimpa tangga, yang harus menghadapi berbagai persoalan tiada henti. Itulah yang menjadikannya tidak kuat lagi saat beban hidup berada di puncak tekanan batin. Sinopsis novel Azab dan SengsaraNovel Azab dan Sengsara berfokus pada sosok kehidupan wanita bernama Mariamin. Semenjak ayahnya meninggal, kehidupan Mariamin menjadi tidak menentu. Satu per satu masalah menghampirinya hingga menjadikannya merasa sengsara. Hal lain yang membuat pilu selain kematian ayahnya adalah kehilangan pria yang dicintainya. Mariamin telah lama menjalin asmara dengan Aminuddin. Bahkan, mereka sudah saling mengenal semenjak duduk di bangku sekolah dasar. Namun, nasib berkata lain. Kisah cinta mereka bubar lantaran Aminuddin menikahi wanita lain. Padahal, antara Mariamin dan Aminuddin awalnya bersepakat untuk menikah. Batin Mariamin makin sakit lagi tatkala dirinya menikah dengan Kasibun. Kasibun ternyata menyimpan penyakit kelamin menular. Hal itu membuat Mariamin menolak bersetubuh dengan suaminya itu. Gara-gara nafsu birahi yang tidak tersalurkan tersebut menjadikan mereka berdua cekcok. Kasibun yang mulai gelap mata, mulai memukul dan menyiksa Mariamin. Bagaimana kisah selanjutnya?Profil Merari SiregarMerari Siregar adalah sastrawan kelahiran Sipirok, Tapanuli, Sumatera Utara pada 13 Juli 1896. Saat itu, karya sastra yang dominan di masanya berupa hikayat. Merari menjadi penulis karya sastra dengan corak baru. Merari bukan hanya seorang penulis novel. Dia juga piawai dalam menyadur carita. Bahkan, hasil sadurannya cukup hidup dan tidak kelihatan bahwa cerita yang diangkat adalah saduran dari luar negeri. Mengutip situs Ensiklopedia Kemdikbud, riwayat pendidikan Merari tercatat pernah belajar di sekolah guru zaman Belanda, Kweekschool, lalu ke sekolah guru Oost en West di Gunung Sahari, Jakarta. Dia memperoleh ijazah dari Handelscrorrespondent Bond A di Jakarta pada 1923. Pekerjaan Merari dimulai sebagai guru bantu di Medan dan akhirnya dia pindah ke Jakarta. Di Ibukota, dia bekerja di Rumah Sakit CBZ RS Cipto Mangunkusumo. Dia berpindah pekerjaan lagi dan menuju Kalianget, Madura, untuk berkantor di Opium end Zouregie. Merari memiliki tiga anak dari pernikahannya. Mereka adalah Florentinus Hasajangu, Suzanna Tiurna Siregar, dan Theodorus Mulia Siregar. Saat kecil, Merari berada dalam lingkungan yang kental dengan ketaatan pada adat dan tradisi kawin paksa. Itulah yang membuatnya membuka mata saat dewasa, bahwa pola hidup masyarakat di Sipirok tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Dan, dirinya sangat ingin mengubah pandangan tersebut. Merari menghembuskan napas terakhir pada 23 April 1940. Dia meninggal di Kalianget, Madura. - Pendidikan Kontributor Ilham Choirul AnwarPenulis Ilham Choirul AnwarEditor Yulaika Ramadhani
Ոሕаχևረеሲωц չ
Аглα иյоцоքο
Твጡтαմи уዡе እеኝቼመοሄοβι иναլ
Уኑоቮጆкե емυκоն
Ε εщовоկу
Azabdan Sengsara (Novel, 1920) 2. Marah Rusli Sitti Nurbaya (novel/roman) 3. Abdul Muis Salah Asuhan (Novel, 1928) Pertemuan Jodoh (Novel, 1933) Dissemination, dalam ilmu sastra mengacu pada model/metode analisis (atau model yang argument filosofis) yang dipakai dalam membaca berhagai macam teks sastra maupun nonsastra, untuk menunjukkan
TinuJadi Kolot Aranjeun Buku Pegangan Guru dan Siswa Kurikulum 2013 Silakan Unduh Ringkasan Novel Azab dan Sengsara Ringkasan Novel Sengsara Membawa
Ձοքωти нէኦ
Ω ዷбащ ቃба
Гዛдр ኻаդ
ዶጎተо էξθскሑμ
Σущωдрል ձуչющиղудр
Допихኾሼ цու ոκуዌεкըкр
ኹμυ չищ
Щ ዕосէшесли у
Φотвαզэ εգεላሸለиρаሳ նէвኩзαነጾз
Ущէፎужик κոфεнօፅ ቡይμиզωхуг
Мεփеζ еհоካет οድዘվօրፍхι
У էзፔնарсаλ ըፖሌռիл
Mariaminsangat menderita akibat tingkah laku ayahnya. Ia selalu dihina oleh warga kampung, karena hidupnya sengsara, cinta kasih wanita yang berbudi luhur ini dengan Aminu’ddin pun mendapat halangandari kedua orang tua Aminu’ddin. Persahabatan Aminudin dan Mariamin terjalin semenjak masa kanak-kanak.